Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

FOKUS: 9 Mei Vonis Ahok, Independensi Hakim & Penegakan Hukum di Indonesia Dipertaruhkan

Randy Wirayudha , Jurnalis-Senin, 08 Mei 2017 |07:28 WIB
FOKUS: 9 Mei Vonis Ahok, Independensi Hakim & Penegakan Hukum di Indonesia Dipertaruhkan
Basuki Tjahaja Purnama, terdakwa kasus penistaan agama akan menghadapi vonis hakim pada Selasa, 9 Mei besok (Foto: SINDO)
A
A
A

SERANGKAIAN aksi umat Islam turun ke jalan menyampaikan aspirasi sudah kelar dihelat. Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI) menyatakan, Aksi Simpatik 55 pada 5 Mei 2017 akan jadi aksi puncak, aksi penutup terhadap tuntutan keadilan bagi kasus penistaan agama dengan terdakwa Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).

Sebelumnya dari waktu ke waktu di tiap tanggal-tanggal “cantik” macam Aksi 411 (4 November 2016), Aksi 212 (2 Desember 2016), Aksi 112 (11 Februari 2017), Aksi 313 (31 Maret 2017) sampai Aksi Simpatik 55 pada Jumat 5 April lalu, jadi momen umat dan ormas Islam turun ke jalan.

Tuntutannya serupa, yakni menginginkan Ahok diadili seberat-beratnya sesuai ketentuan Pasal 156a KUHP tentang penodaan agama dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara. Sayangnya pada sidang Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut) dalam agenda pembacaan tuntutan jaksa, Ahok justru hanya dihantam tuntutan ringan setahun penjara dengan masa percobaan.

Jelas hal itu menimbulkan polemik lagi. Jaksa Penuntut Umum (JPU) dianggap tidak independen dan terpengaruh tekanan penguasa hingga intervensi Jaksa Agung HM Prasetyo yang notabene, kader Partai Nasional Demokrat (Nasdem)- salah satu partai pendukung Ahok di Pilkada DKI 2017.

Namun pada pengujung Aksi Simpatik 55 lalu, setidaknya massa umat Islam sudah menggenggam jaminan dari Mahkamah Agung (MA) RI, bahwa majelis hakim akan memutuskan vonis buat Ahok sesuai fakta-fakta di persidangan dan nilai-nilai keadilan di masyarakat.

(Baca: FOKUS: Alhamdulillah! Gerakan Penutup Aksi Simpatik 55 Hasilkan Jaminan MA atas Kasus Ahok)

Kini persoalannya tinggal menanti dan mengawal sidang terakhir dengan agenda putusan vonis Majelis Hakim PN Jakut di Auditorium Kementerian Pertanian (Kementan) RI, Ragunan, Jakarta Selatan pada Selasa, 9 Mei mendatang.

Bak laga final sepakbola Piala Dunia atau Liga Champions, agenda sidang putusan hakim 9 Mei nanti akan jadi momen yang paling ditunggu banyak pihak. Meski sudah ada jaminan seperti di atas oleh MA, namun bukan tidak mungkin hakim memutuskan lain.

“Kami tinggal memohon kepada Yang Maha Kuasa agar diturunkan keadilan pada masyarakat kita dan mengharapkan majelis hakim tetap independen dalam memutus perkara ini, sehingga berdasarkan hati nurani dan kebenaran yang dia yakini,” cetus Wasekjen MUI Zaitun Rasmin kepada Okezone, Sabtu 6 Mei.

Bak bola itu bundar, putusan hakim bisa mengarah ke “sisi” mana saja. Entah “mengamini” tuntutan jaksa, lebih berat, lebih ringan, atau bahkan membebaskan Ahok!

“Terkait putusan hakim tanggal 9 (Mei), tak ada alasan bagi hakim untuk tidak memberikan hukuman berat minimal 5 tahun pada Ahok. Selain dari (vonis) itu, keputusan hakim yang akan memvonis ringan Ahok, dinilai tidak menghargai MUI, Muhammadiyah dan NU (Nahdlatul Ulama) yang telah menyatakan Ahok telah menista Islam,” ungkap pengamat politik Universitas Muhammadiyah Jakarta Ma’mun Murod al-Barbasy.

Sementara Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) berharap, publik sendiri melihat situasi saat ini, di mana umat Islam menuntut Ahok dihukum berat, sebagai tekanan tersendiri bagi hakim. ACTA menyatakan, umat Islam hanya menginginkan Ahok tidak diistimewakan dan diganjar hukuman yang sama dengan para tervonis kasus serupa yang sudah-sudah.

“Kita menginginkan hakim melihat Pasal 156a karena pelaku penistaan agma bisa dihukum berat minimal 5 tahun. Karena kita tahu bersama, semua pelaku penistaan agama sebelumnya dihukum berat,” timpal Wakil Ketua ACTA Ade Irfan Pulungan kepada Okezone.

Jelas pada sidang vonis Ahok pada 9 Mei nanti, akan jadi pertaruhan, tidak hanya bagi majelis hakim, tapi penegakan hukum secara keseluruhan di negeri kita, di mana semua orang dianggap sama di mata hukum. Komisi Yudisial (KY) berharap takkan ada campur tangan dari pihak manapun terhadap jalannya persidangan dan independensi hakim.

“Independensi tidak bisa dicampuri, bahkan oleh Ketua MA. Hakim harus memutuskan dengan fakta dan aturan hukum yang tersedia. Hakim juga menggali nilai-nilai hidup di tengah masyarakat dan menegakkan hukum berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa,” ungkap Ketua KY Aidul Fitriciada Azhari.

“Kami akan fokus untuk memantau prilaku hakim kalau memang besok ada putusan itu dipengaruhi keputusan di luar peradilan kami akan bertindak sesuai dengan kewenanganan kami dalam bidang kode etik,” imbuhnya.

Sekali lagi, bukannya tidak ingin melihat Ahok bebas, tapi masalahnya dalam berbagai fakta di persidangan, Ahok sudah terbukti melanggar Pasal 156a KUHP. Maka, kita tunggu nanti keputusan hakim, apakah vonisnya menggambarkan Ahok diistimewakan dari yang lain, atau dianggap sama di mata hukum.

“Kasus Lia Eden, Musaddeq, Arswendo (Atmowiloto) dan lainnya orang yang dianggap menghina agama dihukum dan di penjara. Pada kasus yang sama, Pak Ahok dianggap menghina agama, apakah dia akan diperlakukan seperti terdakwa sebelumnya oleh pengadilan saat ini atau tidak,” terang pengamat politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Adi Prayitno.

“Kalau diperlakukan sama, orang pasti anggap hukumnya sudah sejalan karena sudah ada contoh-contoh sebelumnya. Kok seolah-olah ada pengecualian. Kan kesannya begitu. Kita harus percaya pada peradilan sebagai sebuah institusi yang harus kita hormati sebagai lembaga yang mampu menegakkan keadilan. Karena kita negara demokratis, wajar ada like or dislike,” tandasnya kepada Okezone.

(Randy Wirayudha)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement