BANGUI - Kekerasan bersenjata yang dilakukan kelompok milisi di Republik Afrika tengah pekan lalu menyebabkan sekira 100 orang tewas. Berdasarkan keterangan PBB, konflik tersebut disebabkan persaingan etnis dan keagamaan yang meluas.
Peristiwa pekan lalu merepresentasikan eskalasi konflik yang dimulai pada 2013 saat pasukan Muslim Seleka mengambil alih kekuasaan dari Presiden Francois Bozize. Tindakan itu memicu pembalasan dari milisi Kristen Anti-balaka.
Juru Bicara Sekretaris Jenderal PBB, Stephane Dujarric mengatakan, bentrokan yang semakin parah di Kota Bria pada Senin, 15 Mei memaksa sekira 1.000 warga sipil mencari perlindungan. Pada Selasa, 16 Mei, rumah sakit organisasi Dokter Tanpa Batas di Bria menerima 24 korban luka-luka sementara pertempuran di kota terus berlanjut.
Dalam pernyataan yang dilansir Reuters, Rabu (17/5/2017), Dujarric mengatakan angka yang belum terverifikasi menyebutkan hingga 100 orang terbunuh dalam tiga hari bentrokan pada 7 sampai 9 Mei di Kota Aliando antara milisi Anti-balaka dan eks Seleka. Sampai saat ini 8.500 orang telah terpaksa mengungsi akibat kekerasan bersenjata di Republik Afrika Tengah.
Pasukan perdamaian PBB untuk Republik Afrika Tengah, MINUSCA dilaporkan telah berhasil merebut lokasi strategis di kota perbatasan Bangassou. Konflik di kota itu menyebabkan 2.750 orang pengungsi melarikan diri melintasi perbatasan ke Kongo pada akhir pekan lalu.
Di Ibu Kota Bangui ratusan orang melakukan unjuk rasa menuntut pihak yang bertanggungjawab atas kekerasan bersenjata selama ini diseret ke pengadilan.
(Rahman Asmardika)