MANCHESTER – Ledakan ganda di stadion Manchester pekan lalu menyisakan banyak cerita yang mengharu-biru. Tidak hanya duka bagi para korban dan keluarganya, juga kenangan mengerikan di benak para petugas yang berada di lokasi saat kejadian.
Mark Renshaw dari British Transport Police adalah petugas yang pertama kali mencapai lokasi kejadian, Tepat ketika bom pertama meledak dan semua penonton konser musik Ariana Grande berhamburan keluar dari Manchester Arena.
Mark Renshaw (kiri). (Foto: Manchester Evening News)
Pemuda 24 tahun yang sudah bekerja selama lima tahun di BTP itu menguak ingatannya. Bagaimana pada saat itu, dia mendengar suara ledakan. Keras memekakkan telinga, hingga membuatnya terperanjat.
“Segalanya bergetar. Saya melihat orang-orang lari keluar stadion dan berteriak. Refleks saya seketika adalah berlari ke arah yang sama dengan mereka, tetapi sesuatu mendorong saya lari ke dalam, menerabas pagar dan melangkah masuk ke lobi,” tuturnya kepada Manchester Evening News, Rabu (31/5/2017).
Renshaw tahu betul apa yang sebenarnya terjadi saat itu. Bukan kerusuhan biasa, tetapi serangan bom. Bahkan bukan mustahil, masih ada bom lain yang entah di mana dan bisa meledakkan dirinya sewaktu-waktu. Setiap langkah bahkan bisa jadi detik terakhir baginya.
Akan tetapi, seragamnya memberi dia tanggung jawab. Melebihi keselamatan dirinya, dia harus mengeluarkan orang-orang ini yang dilanda kepanikan, beberapa terluka parah dan terhimpit kerumunan.
Di dalam lubuk hatinya, Renshaw juga kalut. Dia tak tahu harus bagaimana. Ia ingat ketika dirinya berteriak memanggil rekan-rekannya lewat radio, meminta bantuan medis dan segalanya untuk segera datang membantu.
“Lalu di sana, ada seorang gadis kecil. Dia menarik rompi saya dan berkata, ‘Bisakah Anda tolong ibu saya?’ Saya mencari sesuai petunjuknya, tetapi ibunya sudah tiada. Tak ada lagi yang bisa saya lakukan untuk menyelamatkannya,” cerita Renshaw.
Jadi dia hanya bisa menggendong gadis kecil itu. Membawanya keluar dari stasiun dan menyerahkannya ke Greater Manchester Police (GMP).
“Kemudian saya balik lagi naik ke tangga dan mencoba menyadarkan dua orang lainnya, tetapi mereka meninggal jua,” ujarnya.
Renshaw tak menyerah. Dia mencari korban lainnya. Dia menemukan remaja perempuan berusia 12 tahun. Kakinya terluka parah. Untunglah ibu korban terus menemani dan sudah memberikan pertolongan pertama.
“Rekan saya melakukan hal yang sama, lalu kami mulai mengevakuasi orang-orang lagi,” sambungnya.
Mereka melakukannya selama dua jam. Memanfaatkan segala benda di dalam gedung menjadi tandu. Berlari masuk, tergopoh-gopoh keluar dan begitu seterusnya.
Sesekali Renshaw menengok ke arah para korban yang berhasil diselamatkannya. Matanya tertahan kepada remaja yang kakinya terluka tadi. Dia masih di luar arena, ditemani ibunya. Mereka menunggu selama tiga jam sebelum akhirnya dilarikan ke rumah sakit dengan mobil ambulans.
“Kami tidak memikirkan hal lain saat itu, hanya berfokus membantu sebanyak mungkin orang. Saya mendengar perintah untuk mencari bom kedua, tetapi saya tidak tahu itu di mana, jadi saya terus menolong orang-orang saja,” ungkapnya.
Seluruh korban ledakan di konser musik Ariana Grande sudah teridentifikasi. (Foto: Mirror)
Renshaw mengaku ketakutan, tetapi dia adalah seorang petugas. Jadi dia merasa, tidak mungkin untuk hanya berdiri di luar dan memikirkan keselamatan sendiri. Sementara banyak orang di dalam membutuhkan pertolongannya.
“Saya bisa saja menyesalinya, tetapi saya tidak akan melakukannya. Kami semua bertekad melakukan apa yang kami bisa. Dan saya yakin kami akan melakukan hal yang sama lagi dan lagi,” ucapnya.
Ledakan bom di Manchester Arena terjadi pada 22 Mei. Polisi merilis jumlah korban tewas mencapai 22 orang. Korban termuda berusia delapan tahun dan yang tertua berumur 50 tahun. Pelaku diduga ada kaitannya dengan ISIS, yakni Salman Ramadan Abedi turut meninggal dalam kejadian tersebut.
(Silviana Dharma)