“Beberapa di antaranya (yang tergabung BPRI) adalah Giam Hian Tjong dan Auwyang Tjoe Tek. Auwyang Tjoe Tek adalah ahli pyroteknik (pakar amunisi dan peledak) yang didapatnya saat ikut berperang di Tiongkok (China) melawan Jepang,” tulis Iwan Santosa dalam ‘Tionghoa dalam Sejarah Kemiliteran’.
Tokoh di atas hanya satu dari sekian veteran Perang Sino-Jepang hingga Perang Pasifik yang turut melanjutkan mentalitas fighter-nya di Indonesia. Ya, tidak hanya Auwyang Tjoe Tek, tapi juga ternyata disebutkan pernah pula turut bertempur Tentara Chungking berpanji (berbendera) Kuomintang.
Tentara yang perlengkapannya lumayan persis dengan pasukan yang bertempur kala Perang Sino-Jepang II dan Perang Pasifik berada di bawah komando Chiang Kai-shek dari Faksi Nasionalis China. Pasukan bertopi baja Stahlhelm yang sedianya jadi ikon tentara Angkatan Darat (Wehrmacht) Jerman Nazi.
Helm-helm macam itu beserta persenjataan dari Jerman lainnya macam senapan laras panjang Karabiner 98 kurz (Kar98k), sempat disuplai Jerman untuk Pemerintah China jelang Perang Dunia II. Suplai peralatan militer yang disetop pasca-Jepang dan Jerman Nazi terikat Pakta Tripartit (Jerman-Italia-Jepang) 27 September 1940.
Tidak hanya dalam pertempuran menangkal hantaman Inggris, bendera Kuomintang berwarna biru tua dengan simbol matahari itu juga acap dikibarkan di mobil-mobil Palang Merah Tionghoa, berdampingan dengan bendera Merah Putih.