BERPUASA di negara non-Muslim pada dasarnya tidak sesulit yang dibayangkan. Demikian menurut Wino Yourman Eusy, warga negara Indonesia (WNI) yang sekarang sedang melanjutkan pendidikan S-2 di Renmin University of China.
Jika pun ada, pria kelahiran Batam itu mengatakan, paling-paling hanya ketika harus menjelaskan soal kewajiban berpuasa dan perubahan pengaturan jam makan dengan teman-teman yang non-Islam. Dari yang tadinya bisa sama-sama ke kantin untuk makan siang atau pergi ke suatu tempat untuk ngemil sore, selama Ramadan, Wino harus menolak ajakan teman-temannya tersebut.
Bagi Wino, beribadah di negara dengan Islam sebagai agama minoritas, membuatnya harus pintar-pintar mengatur jam makan dan salat. Apalagi kondisinya, di negara non-Islam pasti tidak ada adzan maupun siaran televisi yang memperingatkan waktu ibadah dan berbuka puasa.
Ia mengungkap, cara mengakalinya bisa dengan memasang aplikasi salat di ponsel pintar masing-masing. Kemudian ya saling mengingatkan sesama Muslim untuk jam-jam salat, mulai puasa lagi dan berbukanya.
“Juga harus sering membawa sajadah saat ada kelas maupun berpergian. Secara pribadi, saya merasa tertantang dan lebih tawadu kepada Allah swt. Intinya di sini, istiqomah saja yang kuat,” bebernya.
Mentari Puspa Ferisa menikmati buka puasa bersama teman-teman di China. (Foto: Istimewa/Mentari Puspa Ferisa)