JAKARTA - Mantan Irjen Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT), Sugito dan mantan Kabag Tata Usaha pada Itjen Kemendes PDTT, Jarot Budi Prabowo didakwa menyuap Auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebesar Rp240 juta.
Hal itu diungkapkan Jaksa pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat membacakan surat dakwaan untuk dua mantan pejabat Kemendes PDTT di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, pada Rabu (16/8/2017).
"Melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai suatu perbuatan berlanjut, memberikan atau menjanjikan sesuatu," kata Jaksa KPK, Ali Fikri.
Uang sebesar Rp240 juta tersebut diberikan dua mantan pejabat Kemendes PDTT kepada dua Auditor BPK yakni, Rochmadi Sapto Giri dan Ali Sadli untuk memuluskan pemberian predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Kemendes PDTT tahun anggaran 2016.
"Dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya," jelas Jaksa Fikri.
Awalnya, pada Januari 2017 berdasarkan Surat Tugas Nomor: 21/ST/V/01/2017 yang ditandatangani oleh anggota III BPK, Eddy Mulyadi Soepardi, Tim Pemeriksa BPK mulai melakukan pemeriksaan atas laporan keuangan tahun anggaran 2016, pada Kemedes PDTT.
"Bahwa yang menjadi penanggung jawab atas penyusunan laporan keuangan Kemendes PDTT 2016, adalah Anwar Sanusi selaku Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemendes PDTT," ujar Jaksa Ali Fikri
Sedangkan yang bertanggung jawab atas penyusunan laporan keuangan pada pemeriksaan tersebut, yakni Ekatmawati selaku Kepala Biro Keuangan dan Barang Milik Negara Kemendes PDTT.
Usai laporan keuangan itu rampung disusun Ekatmawati, Anwar Sanusi pun meminta agar Sugito melakukan peninjauan kembali. Selanjutnya, laporan keuangan tersebut ditandatangani Mendes PDTT, Eko Putro Sandjojo melalui Anwar Sanusi.
Lantas, pada akhir 2017, Anwar Sanusi bertemu dengan Ketua Sub Tim Pemeriksa BPK, Choirul Anam, di ruangan Sekjen Kantor Kemendes PDTT di Jalan TMP Kalibata, Jakarta Selatan.
Dalam pertemuan tersebut, ada persekongkolan jahat antara Choirul Anam dan Anwar Sanusi untuk memperoleh predikat WTP atas laporan keuangan Kemendes PDTT tahun anggaran 2016.
"Choirul Anam menyarankan (kepada Anwar Sanusi) agar Rochmadi Saptogiri dan Ali Sadli diberi sejumlah uang dengan mengatakan 'Itu Pak Ali dan Pak Rochmadi tolong atensinya'," papar Ali Fikri.
Anwar pun meminta penjelasan kepada Choirul Anam terkait nominal yang harus disediakan Kemendes PDTT untuk kedua auditor BPK, Rochmadi dan Ali Sadli. Choirul Anam pun memasang harga Rp250 juta untuk diberikan kepada dua Auditor BPK tersebut.
Atas saran dari Choirul Anam tersebut, Anwar Sanusi meminta Sugito memenuhi permintaan Choirul Anam untuk dua auditor BPK. Lantas, Sugito mengumpulkan para Eselon I untuk saweran menyuap dua auditor BPK.
Sugito pun meminta bantuan Jarot Budi Prabowo untuk memimpin rapat para Eselon 1 guna mengumpulkan uang saweran. Uang saweran tersebut dimaksud untuk mendapatkan predikat WTP atas laporan keuangan Kemendes PDTT tahun anggaran 2016.
Alhasil, Jarot Budi berhasil mengumpulkan Rp235 juta dari saweran para Eeselon I. Namun, pada pemberian tahap pertama, atas perintah Sugito, Jarot Budi Prabowo baru menyerahkan Rp200 juta kepada Ali Sadli.
Sementara pada pemberian kedua yang telah disepakati sekira Rp40 juta, Jarot dan Ali Sadli keburu ditangkap tangan oleh Tim Satgas KPK. Sehingga, uang Rp40 juta tersebut menjadi alat bukti atas operasi tangkap tangan (OTT) KPK.
Atas perbuatannya, Sugito dan Jarot didakwa melanggar Pasal 5 Ayat (1) Huruf a atau Huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
(Arief Setyadi )