RAKHINE – Kekerasan yang dilakukan militer Myanmar terhadap etnis minoritas Rohingya di Rakhine State mendapat kecaman dari dunia internasional. Nay Pyi Taw berdalih, operasi militer dilakukan untuk memberantas habis kelompok militan Tentara Pembebasan Rohingya Arakan (ARSA).
BACA JUGA: Bahas Krisis di Rakhine, Menlu RI Temui Aung San Suu Kyi
Akibat kekerasan tersebut, juru bicara Badan Pengungsi PBB regional ASEAN, Vivian Tan mengatakan, lebih dari 73 ribu etnis Rohingya melarikan diri ke Bangladesh untuk mencari perlindungan. Pemerintah Myanmar sendiri mengimbau agar warga Rohingya di Rakhine bekerja sama dalam memburu militan ARSA.
“Warga Muslim di Desa Maungtaw sudah diminta melalui pengeras suara untuk bekerja sama dengan aparat keamanan untuk memburu teroris ekstremis ARSA dan tidak mengeluarkan ancaman atau senjata ketika aparat keamanan memasuki desa mereka,” tulis media Global New Light of Myanmar, mengutip dari The Star, Senin (4/9/2017).
Militan ARSA sendiri dinyatakan sebagai organisasi teroris oleh pemerintah. Kelompok tersebut mengklaim bertanggung jawab atas serangan terkoordinasi ke sejumlah pos keamanan di Rakhine pekan lalu yang memicu terjadi agresi militer hingga hari ini.
Global New Light of Myanmar melaporkan, pekan ini warga desa di Maungni, sebelah utara Rakhine, berhasil menangkap dua orang anggota militan ARSA. Keduanya lantas diserahkan kepada pihak yang berwenang.
Sementara itu, ratusan etnis Rohingya pada Minggu 3 September kembali berjuang memasuki Bangladesh. Mereka menyusuri persawahan di pinggir Sungai Naf yang terletak di perbatasan antara Myanmar dengan Bangladesh.
BACA JUGA: Sedih atas Kekerasan Rohingya, Hary Tanoe Dukung Peran Aktif Pemerintah
Selain menyebabkan puluhan ribu warga etnis Rohingya mengungsi, kekerasan tersebut sudah menelan hampir 400 orang korban jiwa. Perlakuan diskriminatif terhadap sekira 1,1 juta Muslim Rohingya tersebut menjadi tantangan terbesar bagi Pemimpin de facto Myanmar, Aung San Suu Kyi.
Pasalnya, kekerasan di Rakhine tidak hanya menimpa warga Muslim Rohingya saja, tetapi juga umat agama lainnya. Akan tetapi, pemerintah Myanmar hanya mengevakuasi warga yang beragama Buddha saja dan terkesan membiarkan Muslim Rohingya tetap berada di Rakhine yang situasinya sedang memburuk.
(Wikanto Arungbudoyo)