Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Seluk-beluk Konflik Rohingya, dari Ihwal Perebutan Tanah hingga Tuduhan Genosida

Putri Ainur Islam , Jurnalis-Senin, 04 September 2017 |18:23 WIB
Seluk-beluk Konflik Rohingya, dari Ihwal Perebutan Tanah hingga Tuduhan Genosida
Pengungsi Rohingya melarikan diri dari Myanmar ke Bangladesh untuk menghindari konflik bersenjata yang mengancam jiwa mereka. (Foto: Antara)
A
A
A

Bisnis dan Perebutan Tanah di Balik Konflik?

Salah satu penyebab awalnya konflik ini terjadi ada hubungannya dengan bisnis. Disitat dari Guardian, Senin (4/9/2017), tanah seluas 1.268.077 hektare yang ada di Rakhine, rumah bagi etnis Rohingya, akan dikembangkan sebagai perdesaan suatu perusahaan oleh Pemerintah Myanmar. Padahal, awalnya pemerintah mengatakan hanya menggunakan 7.000 hektare tanah yang ada di Rakhine. Perampasan daerah dan pengusiran warga pun menjadi salah satu alasan mengapa etnis Rohingya mendapatkan siksaan yang begitu kuat.

Profesor Sosiologi dari Columbia University, Saskia Sassen, meneliti konflik kemanusiaan di Rakhine yang terjadi puluhan tahun terakhir. Dalam laporannya yang dilansir Guardian, Sassen menyebut, selama dua dekade terakhir ini telah terlihat peningkatan akuisisi perusahaan secara besar-besaran di seluruh dunia untuk pertambangan, kayu, pertanian, dan air.

Dalam kasus Myanmar, militer telah menguasai hamparan tanah dari petani kecil sejak 1990-an, tanpa kompensasi, namun dengan memberi ancaman jika mereka melawan. Perebutan lahan ini terus berlanjut selama beberapa dekade namun telah berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir. Pada saat serangan 2012, lahan yang dialokasikan untuk proyek besar meningkat 170% antara 2010 dan 2013. Pada 2012, undang-undang yang mengatur tentang tanah diubah untuk mendukung akuisisi perusahaan yang besar.

Penganiayaan yang tajam dari kelompok Rohingya (dan kelompok minoritas lainnya) harus dipertanyakan apakah disebabkan oleh kepentingan ekonomi militer, bukan masalah agama atau etnis.

 Melihat Lebih Dekat Kondisi Muslim Rohingnya di Rakhine Myanmar

Seorang perempuan Rohingya, Nur Khatu (45) duduk di gubuknya yang berukuran 3x2 meter di kamp pengungsian internal Sittwe, negara bagian Rakhine, Myanmar, Minggu (3/9/2017). Nur Khatu tinggal sebatang kara tanpa anak setelah suaminya meninggal dunia saat konflik di Sittwe tahun 2012. Keadaan yang semakin memanas saat ini membuat masyarakat Rohingya di Sittwe semakin tertekan. (Foto: Antara)

Selain itu, etnis Rohingya tinggal di daerah termiskin di Myanmar. Banyak elite yang merasa bahwa etnis Rohingnya menambah beban negara Myanmar. Padahal, seperti yang dikatakan sebelumnya, etnis Rohingya dianggap sebagai masyarakat yang tak punya kewarganegaraan. Mereka menganggap bahwa kemiskinan Rohingya seharusnya bukan tanggung jawab Myanmar. Oleh karena itu ada upaya “pembersihan” dari beberapa pihak atau isu genosida yang mengakibatkan konflik tersebut terus-menerus terjadi.

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement