Eskalasi Kekerasan Meningkat
Pada 2016, seperti diwartakan BBC, Tentara Myanmar mulai “berani” secara terang-terangan menyerang etnis Rohingya. Pada Minggu 13 Oktober 2016, tentara Myanmar menembaki etnis Rohingya. Warga yang ditembaki tidak bisa melawan karena mereka hanya bersenjatakan golok dan batang kayu. Penembakan tersebut mengakibatkan 25 orang tewas yang di antaranya adalah perempuan dan anak kecil. Selain menembaki mereka, para tentara tersebut juga membakar desa-desa yang memaksa etnis Rohingya tersebut meninggalkan desanya.
Pembantaian terparah terjadi pada 25 Agustus 2017. Sebanyak 400 gerilyawan Rohingya dibantai oleh Tentara Myanmar. Mereka berdalih melakukan hal tersebut untuk menumpas aksi “teror” dari kelompok etnis Rohingya. Namun setelah ditelusuri, justru hampir 1.000 yang dibunuh oleh tentara tersebut. Tak hanya dibunuh, beberapa di antaranya juga diperkosa terlebih dahulu. Lebih mirisnya lagi, anak-anak juga termasuk menjadi korban.
BACA JUGA: Sadis! Hampir 400 Gerilyawan Rohingya Tewas Akibat Serangan Tentara Myanmar

Sejumlah Muslim Rohingya menunaikan Salat Idul Adha di Masjid Pealeshung, di kawasan kamp pengungsian internal di kota Sittwe, negara bagian Rakhine, Myanmar, Sabtu (2/9/2017). Pelaksanaan Iduladha di Myanmar satu hari lebih lambat dari pelaksanaan Idul Adha pada umumnya. (Foto: Antara)
Banyak etnis Rohingya yang selalu berusaha untuk melarikan diri dari rumahnya sendiri. Seperti kabur ke negara tetangga yaitu Bangladesh, Malaysia, dan Indonesia. Sebanyak 1.107 orang berlabuh ke Pulau Langkawi, Malaysia. Sekira 1.800 orang berhasil menepi di Aceh, Indonesia. Namun sayang, etnis Rohingya yang pergi ke Bangladesh tidak selalu diterima baik oleh pemerintah setempat. Mereka beralasan bahwa negara mereka saja sudah susah dan tak ingin menambah beban. Maklum, Bangladesh hingga kini telah menampung sedikitnya 400 ribu pengungsi Rohingya.
Akibat situasi yang serba sulit tersebut, tangan otoritas Bangladesh sendiri terikat dalam memberikan bantuan. Mereka terpaksa melarang warga Rohingya masuk ke Bangladesh, dan mengancam mengusir siapa pun yang mencoba masuk perbatasan. Bahkan, rombongan etnis Rohingya yang sudah terlanjur menepi ke Bangladesh diberi makan dan sebotol air lalu dipaksa kembali ke Myanmar tanpa peduli keadaan laut seperti apa.