MEDAN – Berlayar menggunakan perahu adalah cara terbaik bagi suku Rohingya untuk kabur dari Myanmar. Namun, berlayar di laut lepas bisa mengancam keselamatan jiwa. Sepekan lalu, sebanyak 20 warga Rohingya tewas karena perahu yang ditumpangi terbalik saat berlayar menuju Bangladesh.
“Kami juga kabur dari Myanmar dengan menaiki perahu. Karena itu cara terbaik agar bisa kabur dari Myanmar,” ujar salah satu pengungsi Rohingya bernama Muhammad Masud di lokasi penampungan, Jalan Jamin Ginting, Kota Medan, Rabu 6 September 2017.
Dia menerangkan, untuk bisa mendapatkan perahu juga bukanlah hal mudah. Warga etnis Rohingya yang ingin kabur dari Myanmar harus mengumpulkan uang untuk membeli perahu agar bisa kabur.
(Baca Juga: Soal Rencana Jihad ke Myanmar, MPU Aceh Sarankan Ormas Lakukan yang Lebih Realistis)
“Harga perahu itu mahal jadi kami harus mengumpulkan uang untuk membelinya. Kami juga harus mencari orang yang bersedia menjual perahunya kepada kami. Jadi sulit mendapatkan perahu. Bahkan saat ini keluarga kami yang di Myanmar tidak bisa kabur karena tidak membayar kapal,” jelas Masud.
Ia menerangkan, saat itu dirinya berlayar selama sekira 3 bulan dari Myanmar ke Indonesia. Tidak adanya navigasi membuat mereka terkatung-katung di lautan pada 2014 silam.
Kondisi itu diperparah dengan minimnya persediaan makanan dan minuman yang mereka bawa untuk berlayar.