MOJOKERTO – Riuh gamelan mengiringi arak-arakan sesaji hasil bumi di Petirtan Jolotundo, di Dusun Belik, Desa Seloliman, Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, Kamis (28/9/2017) . Tiga buah gunungan raksasa berisi hasil bumi dan jajanan pasar nampak berdiri kokoh tepat di depan kolam yang konon dibangun pada masa kejayaan Raja Airlangga, 997 Masehi itu.
Aroma wangi mulai menusuk hidung kala sang tetua dusun menyulut dupa. Pertanda prosesi ruwat petirtan yang terletak di lereng Gunung Penanggungan ini di mulai. Puluhan kendi (tempat menyimpan air minum berbahan tanah liat) berisi air dari berbagai petirtan berjejer rapi ditepian kolam. Ditengahnya, dua gentong berukuran sedang, terlihat dibalut dengan kain kafan.
Selang 20 menit kemudian, prosesi pembacaan doa pun selesai. Sang juru kunci Petirtan Jolotundo bersama dengan tokoh adat lainnya, lantas masuk ke dalam kolam. Satu persatu, air dari pancuran di petirtan Jolotundo diambilnya menggunakan gentong kecil berbahan tanah liat itu. Hening, tak ada satupun mulut yang berbicara, hanya suara gemericik air dari 52 pancuran yang terus mengusik telinga.
Proses pengumpulan mata air pun usai. Sang tetua dusun lantas menuangkan air ke dalam dua gentong berukuran tanggung yang tertutup kain kafan itu. Disusul dengan air yang berasal dari 32 petirtan lainnya yang tersebar di lereng gunung setinggi 1.653 m dpl, yang konon dulunya merupakan puncak Gunung Semeru.
"Hari ini kami warga Dusun Belik, Desa Seloliman melakukan ruwat Petirtan Jolotundo. Ruwat petirtan ini selain untuk nguri-uri tradisi, juga menjaga agar Petirtan Jolotundo ini tidak surut meskipun musim kemarau,” ungkap tetua Dusun Belik, Desa Seloliman, Jari Kamis (28/9/2017).