Kesadaran perlunya diambil tindakan penanggulangan banjir sudah ada sejak lama. Hal itu menyusul banjir pada 1918 di Jakarta ini juga melumpuhkan Batavia. Gubernur Jenderal Batavia Jan Pieterszoon Coen, sampai menunjuk arsitek khusus untuk menangani banjir ini. Banjir waktu itu merendam permukiman warga karena limpahan air dari sungai Ciliwung, Cisadane, Angke dan Bekasi.
Prof. Ir. Herman Van Breen, seorang guru besar berkebangsaan Belanda, pada saat itu merencanakan satu konsep yang lebih strategis dalam menanggulangi banjir. Konsepnya adalah berusaha mengendalikan aliran air dari hulu sungai dan membatasi volume air masuk kota.
Akibat banjir, sarana transportasi, termasuk lintasan trem listrik terendam air. Dua lokomotif cadangan dikerahkan untuk membantu trem-trem yang mogok dalam perjalanan. Banjir pada tahun itu merupakan yang terparah dalam dua dekade terakhir.
1979
Diperkirakan sebanyak 714.861 orang harus mengungsi saat banjir menerjang Jakarta pada 19-20 Januari 1979. Sebanyak 20 orang hilang ditelan air entah kemana.
Peristiwa itu terjadi pada era Gubernur Tjokropranolo. Banjir pada 1979 di Jakarta menggenangi wilayah pemukiman dengan luas mencapai 1.100 hektare. Banjir yang disebabkan hujan lokal dan banjir kiriman itu merendam pemukiman penduduk.
Bahkan saat bencana datang kala itu, Jakarta Selatan yang biasanya aman dari banjir menjadi tak berkutik. Pondok Pinang tenggelam ditelan air setinggi 2,5 meter. Di daerah itu 3 orang hilang. Puskesmas-puskesmas yang ada di Jakarta pun dikerahkan untuk melayani para pengungsi.
1996