Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Jalesveva Jayamahe, Hikayat Kejayaan Laut Nusantara Masa Kini

Yudhistira Dwi Putra , Jurnalis-Sabtu, 04 November 2017 |08:00 WIB
Jalesveva Jayamahe, Hikayat Kejayaan Laut Nusantara Masa Kini
Jalesveva jayamahe, di lautan kita berjaya (FOTO: Ilustrasi/Okezone)
A
A
A

JAKARTA - Jalesveva jayamahe, di lautan kita berjaya. Sebuah motto sekaligus seruan penyemangat yang kerap disuarakan oleh garda terdepan penjaga lautan nusantara, Angkatan Laut Tentara Nasional Indonesia (TNI AL).

Tak asal berseru. Ditelaah dari sisi etimologi, makna kalimat yang berasal dari bahasa sanskerta itu mengingatkan betapa besarnya kekayaan laut yang dimiliki Indonesia.

Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi), dalam sebuah kesempatan menyerukan kembali jalesveva jayamahe. Bagi Jokowi, sudah saatnya Indonesia kembali meraih kejayaan di lautan. Sejak awal pemerintahan Jokowi, motto jalesveva jayamahe bukan lagi milik TNI AL semata, namun milik seluruh bangsa, Jokowi dan ambisinya mengembalikan kejayaan maritim Indonesia.

"Kita harus bekerja dengan sekeras-kerasnya untuk mengembalikan Indonesia sebagai negara maritim. Samudra, laut, selat dan teluk adalah masa depan peradaban kita. Kita telah terlalu lama memunggungi laut, memunggungi samudra, memunggungi selat dan teluk," ujar presiden.

"Kini saatnya kita mengambil kembali peran itu, agar kita meraih jalesveva jayamahe, agar di laut kita bisa kembali jaya," tambahnya.

Klaim tersebut rasanya tak berlebihan. Potensi laut Indonesia memang luar biasa besar. Pada 14 Juli 2017 lalu, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman Republik Indonesia (Kemenko Maritim RI) merilis data pemetaan terkait perubahan wilayah laut nusantara.

Dalam pemetaan tersebut, disebutkan terdapat lima titik perubahan wilayah laut Indonesia pada tahun 2017. Perubahan pertama terletak di Laut Sulawesi, tepatnya di batas wilayah antara Indonesia dan Filipina. Pada peta sebelumnya, garis perbatasan ditandai dengan garis putus-putus, namun pada peta teranyar, perbatasan ditandai dengan garis solid yang melintang lurus sebagai tanda berakhirnya sengketa perbatasan antara Indonesia dan Filipina.

Perubahan kedua adalah terkait penggantian nama Laut Cina Selatan menjadi Laut Natuna Utara. Capaian ini sangat penting bagi Indonesia. Deputi I Bidang Kedaulatan Maritim Kemenko Kemaritiman, Arif Havas Oegroseno, sebagaimana dikutip Antaranews mengatakan, sebagai negara berdaulat, Indonesia berhak menamai sendiri seluruh wilayah yang termasuk dalam teritorial Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Ketiga, perubahan ada pada wilayah Laut Halmahera Utara, tepatnya di perbatasan dengan Palau, negara kepulauan di Samudera Pasifik. Jika sebelumnya batas wilayah melengkung dan diberi ruang garis lurus untuk pulau milik Palau, kini ditarik lurus dan ditutup sehingga menekan hingga sekitar 100 mil laut, dimana wilayah tersebut menjadi batas Zona Tangkap Eksklusif perairan Indonesia.

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement