BEIRUT – Pengunduran diri Perdana Menteri (PM) Lebanon, Saad al Hariri, begitu mengejutkan. Sebab, pria berusia 47 tahun itu mundur saat dirinya sedang berada di Arab Saudi hingga memunculkan berbagai macam spekulasi, termasuk intervensi Riyadh dalam masalah tersebut.
BACA JUGA: Diduga Khawatir akan Nyawanya, PM Lebanon Mengundurkan Diri Secara Mengejutkan
Presiden Lebanon, Michael Aoun, tidak mau mengabulkan pengunduran diri tersebut hingga Hariri pulang ke Beirut untuk secara formal mengajukan surat. Hariri lantas mengatakan akan kembali ke Lebanon dalam dua hari ke depan, terhitung sejak Selasa 14 November.
Rencana kepulangan Saad al Hariri itu disambut baik oleh Menteri Luar Negeri (Menlu) Lebanon, Gebran Bassil. Kepulangan sang perdana menteri diyakini dapat menyelesaikan krisis politik yang sedang terjadi sekaligus membuktikan Hariri bebas dari campur tangan siapa pun.
BACA JUGA: PM Lebanon Mengundurkan Diri, Iran: Ini Skenario untuk Ciptakan Ketegangan di Kawasan
“Kami berharap dapat menyelesaikan krisis ini dengan kepulangan Perdana Menteri Hariri dalam waktu dekat. Satu-satunya cara membuktikan dia bebas adalah pulang ke rumah. Sekarang ini situasinya ambigu dan tidak normal. Kami ingin kembali ke situasi normal,” ujar Gebran Bassil, melansir dari Reuters, Rabu (15/11/2017).
Perkataan itu dilontarkan Gebran usai berbicara dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron. Lebanon diketahui merupakan bekas koloni Prancis sekaligus anggota tetap Dewan Keamanan PBB. Prancis bisa menjadi kunci menyelesaikan krisis tersebut mengingat Lebanon ingin membawa masalah ke PBB jika Saad Hariri tidak kembali dalam waktu sepekan terhitung sejak 4 November.
BACA JUGA: PM Hariri Resign, Ketua Parlemen Lebanon: Ini Aksi Inkonstitusional
“Presiden waktu itu mengatakan tenggat waktu satu pekan dari kampanye diplomatik Hariri untuk mencoba mencari solusi atau kami akan memilih langkah sesuai hukum internasional,” tegas Gebran Bassil.
Iran dan sekutunya di Lebanon, Hizbollah, menuduh Arab Saudi menangkap Hariri dan memaksanya untuk mundur. Sebab, Hariri mengatakan alasannya untuk mundur adalah karena merasa nyawanya sedang terancam. Ia juga menyampaikan kemarahan terhadap Iran dan Hizbullah yang menurutnya telah campur tangan dalam urusan negara-negara Arab.
BACA JUGA: Lebanon Memanas, Kemlu Terus Pantau Situasi Timur Tengah
Saad Hariri ditunjuk sebagai perdana menteri pada akhir 2016 dan memimpin kabinet persatuan nasional beranggotakan 30 orang, termasuk beberapa anggota Hizbullah. Pemerintahannya dianggap cukup berhasil melindungi Lebanon dari dampak perang saudara seperti halnya di negara tetangga, Suriah.
Namun, Lebanon terbelah menjadi dua kubu, satu pihak yang setia kepada Arab Saudi, dipimpin oleh Hariri yang seorang penganut Muslim Sunni dan blok yang setia pada Iran serta sekutunya Hizbullah yang beraliran Syiah.
(Wikanto Arungbudoyo)