PURWAKARTA - Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, pernah memiliki riwayat penyebaran penyakit Difteri. Kasus ini, kali pertama ditemukan di wilayah Kecamatan Maniis. Kejadian itu, tepatnya pada 2007 lalu.
Data dari Dinas Kesehatan setempat mencatat, penyakit difteri pertama kali ini menyerang 22 warga Kampung Cijambu, Desa Pasir Jambu, Kecamatan Maniis yang secara teritorial merupakan wilayah perbatasan antara Purwakarta-Cianjur.
Bahkan, saat itu ada seorang anak lima tahun di wilayah itu meninggal dunia akibat terjangkit penyakit mematikan tersebut. Sejak saat itu, Purwakarta dinyatakan berstatus waspada Difteri.
Khususnya di wilayah perbatasan Maniis dengan wilayah yang masuk Cianjur. Meski demikian, Kecamatan Maniis bukan merupakan wilayah endemis difteri. Status waspada ini, hanya karena disebabkan penyakit tersebut baru ditemukan di wilayah tersebut.
Di 2016 lalu, kejadian tersebut terulang. Saat itu, ada sekitar 32 pasien yang terpapar difteri. Bahkan, seorang anak warga Desa Cisalada, Kecamatan Jatiluhur, meninggal dunia akibat penyakit ini. Dengan adanya kasus itu, maka difteri di Purwakarta menjadi kejadian luar biasa (KLB).
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Purwakarta, Anne Hediana Koesoemah mengatakan, kasus ini kembali terkuak, ketika ada salah seorang pasien yang masih anak-anak, dibawa ke RSUD. Ternyata, anak tersebut terinfeksi difteri. Karena itu, sejak 2016 lalu warga di Desa Cisalada mendapatkan perhatian ekstra. Bahkan, yang terpapar harus diisolasi terlebih dulu. Sampai pengobatannya selesai.
"Kasus ini, muncul pada September 2016 sampai pertengahan 2017. Tetapi, setelah itu sudah tidak ada kasus baru lagi," ujar Anne, Rabu (6/12/2017).
Menurutnya, kasus difteri itu muncul karena ada sejumlah penyebab. Salah satunya, masyarakat di salah satu kampung di Desa Cisalada itu, dulu sempat menolak untuk membawa anaknya divaksinasi. Dengan alasan, pemahaman agama bahwa vaksin tersebut haram.
Jadi, warga yang aslinya pendatang dari Cianjur itu, yang kini menetap di kampung tersebut, tidak bersedia membawa anaknya ke posyandu ataupun bidan desa. Tetapi, begitu ada kasus, mereka membawa anak tersebut ke dokter.
Namun, karena kondisinya sudah parah, nyawa anak itu tak bisa diselematkan. Sejak saat itu, ramai-ramailah warga tersebut memeriksakan diri.
Kemudian, petugas juga mendatangi kampung tersebut. Sebenarnya, lanjut Anne, di akhir 2016 ini warga yang diduga terinfeksi difteri ada 32 orang. Setelah diperiksakan di RSUD, 50 persennya positif difteri. Dari yang positif itu, tiga di antaranya merupakan petugas kesehatan.