WASHINGTON – Ketidaksepahaman dalam pembahasan anggaran pemerintahan Amerika Serikat (AS) dalam rapat pada 20 Januari menyebabkan Pemerintah AS terpaksa menutup sebagian operasinya, atau yang dikenal dengan nama government shutdown. Ini bukanlah pertama kalinya terjadi perselisihan dalam pembahasan anggaran dalam parlemen AS, bahkan tercatat AS telah mengalami 18 kali shutdown sejak empat dekade lalu.
BACA JUGA: Anggaran Operasional Ditolak Senat, Pemerintah AS Tutup Sementara
Anggaran belanja AS habis pada Jumat, 19 Januari waktu Washington, dan karena tidak adanya kesepakatan mengenai anggaran baru, beberapa fungsi pemerintahan yang kurang penting dihentikan.
Isu utama yang menyebabkan ketidaksepahaman dalam penyusunan anggaran kali ini adalah mengenai pendanaan untuk masalah pertahanan dan imigrasi AS. Anggota parlemen dari Partai Demokrat dan Republik tidak dapat mencapai kesepakatan mengenai beberapa isu termasuk peningkatan anggaran belanja militer, keamanan perbatasan dan penyelesaian legislatif bagi 800 ribu imigran tak berdokumen yang masuk ke AS saat masih anak-anak.
Shutdown tentu berdampak pada berbagai bidang dan lembaga-lembaga pemerintah AS.
Di bidang militer, Departemen Pertahanan AS mengatakan, shutdown ini tidak akan mempengaruhi operasi militer AS di Afghanistan, Irak dan Suriah. Seluruh personel militer yang berjumlah 1,3 juta akan tetap bertugas sementara personel sipil akan diberikan cuti. Kapal dan pesawat yang belum mendapatkan perawatan untuk sementara akan dilarang digunakan.
Departemen Kehakiman AS juga akan tetap berjalan dengan menggunakan rencana darurat yang dipersiapkan untuk menghadapi shutdown. Sekira 95 ribu dari 115 ribu staf Departemen Kehakiman AS akan tetap bekerja selama shutdown.
Gedung Putih dilaporkan memberi cuti kepada sebagian besar stafnya selama masa shutdown. Sebanyak 1.000 dari 1.715 staf Gedung Putih akan diberikan cuti sementara dengan tetap memastikan Presiden Donald Trump memiliki dukungan yang cukup untuk menjalankan tugas konstitusionalnya, termasuk kunjungan ke luar negeri.
Di bidang ekonomi, Komisi Bursa Efek dan Saham AS akan tetap buka dan beroperasi secara penuh untuk beberapa hari ke depan. Meski begitu, tidak diketahui langkah apa yang akan diambil jika shutdown berlangsung dalam waktu yang lama.
Jika Komisi Bursa Efek dan Saham akan tetap buka, Komisi Perdagangan Komoditi Masa Depan AS menyatakan akan memberikan cuti pada 95 persen pegawainya. Menurut juru bicara komisi, staf tambahan mungkin akan dipanggil jika ada keadaan darurat di pasar finansial.
Reuters, Senin (22/1/2018) melaporkan, dinas perpajakan AS, IRS hanya akan mempekerjakan 43,5 atau sekira 35 ribu pegawainya selama shutdown. Hal ini dilakukan dengan skema rencana darurat Departemen Keuangan AS dalam menghadapi shutdown. Pengurangan pegawai ini diperkirakan akan berdampak pada penundaan pengembalian pajak kepada para wajib pajak.
Layanan medis dan kesehatan pemerintah akan merasakan dampak dari shutdown ini. Pusat Layanan dan Bantuan Medis AS menyatakan masih menerima permohonan bantuan kesehatan dan layanan kesehatan akan berjalan tanpa gangguan.
Pusat Kendali dan Pencegahan Penyakit (CDC) hanya akan memberikan bantuan yang minimal selama shutdown berlangsung. CDC menyatakan hanya akan merespons merebaknya wabah influenza, termasuk menganalisa data dari negara-negara bagian.
Departemen Perhubungan, Jawatan Pos dan Kantor Pengadilan AS akan tetap beroperasi seperti biasa selama shutdown, tanpa adanya pengurangan karyawan yang signifikan.
Situasi ini juga menyebabkan monumen, taman, pantai dan beberapa tujuan wisata yang dikelola Pemerintah AS akan ditutup. Taman nasional masih akan buka, tetapi beberapa layanannya seperti informasi publik atau toilet tidak akan beroperasi sepenuhnya.
Shutdown terakhir kali terjadi pada masa Pemerintahan Presiden Barack Obama, Oktober 2013. Saat itu shutdown berlangsung selama lebih dari dua pekan dan membuat lebih dari 800 ribu pegawai pemerintah diberikan cuti.
Tidak ada keterangan resmi mengenai berapa pegawai yang akan terkena dampak shutdown kali ini. Namun, parlemen AS dilaporkan akan kembali memulai negosiasi anggaran pada Senin dini hari, 22 Januari waktu Washington.
(Rahman Asmardika)