BALKAN sempat menjadi kawasan yang paling bergejolak di dunia setelah Timur Tengah. Kawasan Eropa Timur itu menjadi daerah konflik pada dekade 1990 ketika Yugoslavia terpecah-pecah menjadi sejumlah negara akibat perang sipil.
Yugoslavia menjadi Republik Federal yang dipimpin oleh Marsekal Josip Broz Tito yang menganut paham komunis pada 31 Januari 1946. Seiring dengan meninggalnya Tito pada Mei 1980. Kawasan yang sebelumnya damai mulai bergejolak sekira 10 tahun kemudian, terutama ketika Slobodan Milosevic ditunjuk sebagai Presiden Serbia pada 1989.
Pria kelahiran 20 Agustus 1941 itu mengawali kariernya dengan bergabung bersama Partai Komunis Yugoslavia pada usia 18 tahun. Melansir dari History, Senin (12/2/2018), Milosevic kemudian terpilih sebagai Presiden Serbia pada 1989 dan itu menjadi awal dari gejolak kawasan Balkan.
Pada 25 Juni 1991, Kroasia dan Slovenia masing-masing mendeklarasikan kemerdekaan dari Yugoslavia. Slobodan Milosevic mengirim kendaraan lapis baja ke perbatasan dengan Slovenia hingga memicu perang. Pada akhirnya, Slovenia tetap memisahkan diri dari Yugoslavia.
Sementara di Kroasia, perang pecah antara warga setempat dengan etnis Serbia. Pemerintah Yugoslavia lantas mengirimkan senjata dan persediaan obat-obatan kepada para pemberontak di Kroasia. Pemerintah Kroasia yang tidak tinggal diam menigirimkan tentaranya hingga bentrokan tidak terhindarkan.
Sekira 10 ribu orang tewas dan ratusan kota di Kroasia hancur sebelum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyusun kesepakatan gencatan senjata pada Januari 1992. Pada Maret 1992, Bosnia-Herzegovina mendeklarasikan kemerdekaan dari Yugoslavia.
Milosevic kembali memberikan dana bantuan kepada pasukan pemberontak. Perang lagi-lagi berkecamuk di bekas Yugoslavia. Sekira 200 ribu orang tewas sebelum akhirnya perang diakhiri dengan kesepakatan damai yang diprakarsai oleh Amerika Serikat (AS) dan ditandatangani di Dayton, Ohio, pada 1995.
Di Provinsi Kosovo, Serbia, pasukan pembebasan bentrok dengan tentara Serbia hingga tentara Yugoslavia turun tangan. Sejumlah laporan menyebutkan bahwa Milosevic melakukan kampanye pembersihan etnis atau genosida terhadap etnis Albania yang hidup di Kosovo.