LONDON - Laporan yang diterbitkan Kepolisian Inggris atas kasus yang menimpa Sergei Skripal memunculkan kecurigaan. Polisi menyatakan pria berusia 66 tahun itu adalah korban dari percobaan pembunuhan dengan menggunakan racun syaraf.
Mantan agen intelijen itu, Sergei Skripal (66 tahun), bersama putrinya Yulia (33 tahun) ditemukan di bangku dalam keadaan tidak sadar di luar sebuah pusat perbelanjaan di Salisbury, kota di Inggris selatan, pada Minggu 4 Maret. Pemerintah Rusia diduga berada di belakang percobaan pembunuhan itu.
"Ringkasnya, kasus ini ditangani sebagai insiden besar yang melibatkan percobaan pembunuhan menggunakan zat syaraf," kata kepala kontraterorisme kepolisian Inggris, Mark Rowley, dalam pernyataan, dinukil dari Reuters, Kamis (8/3/2018).
Ia menolak memberikan keterangan rinci soal zat yang digunakan dalam upaya pembunuhan itu.
"Saya juga bisa memastikan, kami yakin bahwa kedua orang yang jatuh sakit itu mulanya menjadi target khusus," kata Rowley.
BACA JUGA: Mantan Mata-Mata Rusia dalam Kondisi Kritis Setelah Terpapar Zat Misterius di Inggris
Skripal, seorang kolonel dalam GRU, sebuah unit intelijen militer Rusia, ditangkap pada 2004 oleh Dinas Keamanan Federal Rusia (FSB) karena dicurigai mengkhianati puluhan agen Rusia untuk intelijen Inggris. Dia dijatuhi hukuman 13 tahun penjara atas tuduhan pengkhianatan pada 2006.
Namun, pada 2010 dia diampuni oleh Presiden Rusia, Dmitry Medvedev sebagai bagian dari pertukaran mata-mata untuk membawa 10 agen Rusia yang ditahan di Amerika Serikat kembali ke Moskow.
Menteri Luar Negeri Inggris, Boris Johnson, mengingatkan Rusia atas insiden yang menimpa Sergei Skripal itu. Meski demikian, ia tidak ingin langsung menunjuk pemerintah Rusia mendalangi peristiwa tersebut.
“Saya mengatakan kepada pemerintah di seluruh dunia bahwa tidak boleh ada upaya untuk mengambil nyawa orang tidak berdosa di Inggris yang lolos dari sanksi atau hukuman. Inggris ada dalam garda terdepan dalam melawan kegiatan yang merugikan oleh Rusia,” tukas Boris Johnson di hadapan parlemen Inggris, mengutip dari BBC.
Kedutaan Besar Rusia di Inggris langsung merespons tudingan mantan Wali Kota London itu. Pihak Kedutaan menyebut tindakan Johnson sebagai satu naskah lainnya mengenai kampanye anti-Rusia sudah ditulis oleh Inggris.
(Wikanto Arungbudoyo)