JAKARTA - ketua DPP PDI Perjuangan Trimedya Pandjaitan menilai pernyataan terdakwa kasus korupsi pengadaan e-KTP, Setya Novanto yang menyebut Puan Maharani dan Pramono Anung menerima aliran dana e-KTP dikategorikan sebagai testimonium de auditu, yaitu kesaksian atau keterangan karena mendengar dari orang lain. Sehingga kesaksian dianggap sangat lemah dan lebih sebagai sensasi politik demi keringanan hukuman.
"Apa yang disampaikan Setya Novanto menurut KUHAP, masuk kategori testimonium de auditu. Kami paham Novanto dalam situasi tertekan dan berupaya menjadi `justice collaborator`, tampilan psikologis orang seperti ini adalah mencoba menampilkan dirinya bukan designer," kata Trimedya dalam keterangan tertulisnya, Jumat (23/3/2018).
Trimedya mengatakan PDI Perjuangan setelah mencermati seluruh pernyataan Made Oka Masagung di Berita Acara Pemeriksaan (BAP) maupun di persidangan, yang bersangkutan tidak pernah sekalipun menyebutkan nama sebagaimana disampaikan Setya Novanto.
Novanto dalam persidangan kemarin menyebut dirinya mengetahui Puan Maharani dan Pramono Anung menerima uang sebanyak USD500 ribu dalam proyek pengadaan e-KTP saat melakukan pertemuan dikediamannya yang dihadiri oleh Andi Agustinus alias Andi Narogong, Irvanto Hendra Pambudi dan Made Oka Masagung.
Wakil Ketua Komisi III itu mengatakan bahwa pokok materi persidangan harus melihat BAP dan keterangan para saksi di pengadilan, misalnya dalam BAP Nazaruddin tanggal 22 Oktober sangat tegas bahwa asal mula kebijakan tersebut adalah dari dua menteri KIB berinisial GM dan SS.
"BAP pada tanggal 17 Februari 2017 Nazaruddin menyatakan pertemuan dirinya bersama Anas Urbaningrum dengan Setya Novanto dan Andi Narogong yang mengatur kesepakatan pembagian `fee` termasuk yang diberikan ke GM," ujarnya,