JAKARTA - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta kembali mengagendakan sidang perkara dugaan korupsi proyek pengadaan e-KTP untuk terdakwa Setya Novanto (Setnov). Agenda persidangan kali ini yaitu pembacaan pleidoi atau nota pembelaan terdakwa.
Setnov sendiri sudah siap dan akan membacakan sendiri nota pembelaannya. Namun, Kuasa Hukum Setnov, Maqdir Ismail masih enggan membeberkan isi nota pembelaan kliennya.
"Nanti saja kita dengar bersama (pleidoinya)," singkat Maqdir Ismail saat dikonfirmasi Okezone, Jumat (13/4/2018).
(Baca Juga: Dituding Korupsi oleh Nazaruddin, Fahri Hamzah: Bohong! Dia Enggak Punya Bukti)
Diketahui sebelumnya, Jaksa pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Setya Novanto dengan pidana penjara selama 16 tahun. Mantan Ketua Umum Partai Golkar itu juga didenda sebesar Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan.
Tak hanya itu, Jaksa juga menuntut pidana tambahan kepada mantan Ketua DPR RI tersebut. Pidana tambahan tersebut yakni berupa kewajiban untuk membayar uang pengganti sebesar USD7.435 Juta.
Beban pidana tambahan tersebut akan dikurangi Rp5 miliar. Uang Rp5 miliar itu merupakan hasil dari pengembalian Setnov kepada KPK beberapa waktu lalu.
Kewajiban untuk membayar uang pengganti itu diminta selambat-lambatnya dibayarkan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap atau inkrah.
Jika tidak mampu membayarnya, maka harta benda Setnov akan disita dan dilelang untuk bayar uang pengganti. Dan apabila tidak mencukupi harta bendanya maka akan diganti pidana selama 3 tahun.
(Baca Juga: Fahri Hamzah: Kalau Mau Perang Ayo!)
Atas tuntutan yang dilayangkan Jaksa KPK tersebut, Setnov pun mengajukan pleidoi. Pleidoi atau nota pembelaan itu akan disampaikan Setnov pada persidangan hari ini.
Setya Novanto sendiri didakwa oleh Jaksa KPK merugikan negara sekira Rp2,3 triliun dari proyek pengadaan e-KTP, tahun anggaran 2011-2012. Dia selaku mantan Ketua Fraksi Golkar diduga mempunyai pengaruh penting untuk meloloskan anggaran proyek e-KTP yang sedang digodok oleh Komisi II DPR RI.
Atas perbuatannya, Setya Novanto dituntut melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
(Mufrod)