BANDUNG - Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Bandung, Didi Ruswandi menegaskan, Terminal Parkir Elektronik (TPE) atau mesin parkir adalah solusi terbaik dan telah banyak diterapkan oleh kota-kota di dunia. Sejak lama, penggunaan mesin parkir telah menjadi andalan untuk mengolektifkan retribusi sekaligus mendidik masyarakat untuk berdisiplin.
Berdasarkan catatan Dinas Perhubungan Kota Bandung, penggunaan mesin parkir ini mendapat sambutan yang cukup baik dari masyarakat. Sebulan setelah diluncurkan, tepatnya pada Agustus 2017, pendapatan dari retribusi parkir elektronik mencapai Rp72,7 juta. Pada September 2017, pendapatan melonjak menjadi Rp227,9 juta.
Pada bulan November 2017, retribusi dari mesin parkir mencuat menjadi Rp439,9 juta. Sedangkan pendapatan dari parkir manual berada di angka Rp326,8 juta. Sejak saat itu, tren pendapatan dari retribusi Terminal Parkir Elektronik (TPE) cenderung meningkat. Pada April 2018, pendapatan dari TPE naik tajam menjadi Rp 525,4 juta.
“Melihat tren ini, kami optimis bahwa TPE akan terus membaik. Memang pendapatannya belum sebanding dengan investasi. Tapi hal tersebut bisa dibilang wajar karena break even point investasi semacam ini tak mungkin bisa terjadi dalam waktu setahun,” jelas Didi di Balai Kota Bandung, Jalan Wastukancana, Senin 7 Mei 2018.
Untuk itu juga, Dishub Kota Bandung juga terus memperbaiki sistem pengelolaan parkir TPE. Salah satunya dengan membina para juru parkir. Saat ini, ada 600 juru parkir TPE yang beroperasi. Para juru parkir mengikuti pelatihan hari agar bekerja secara profesional dan berintegritas. Selain itu, ada 24 orang pengawas yang memastikan sistem di lapangan berjalan dengan baik.
Sekedar diketahui, di Kota Bandung, sebanyak 445 mesin parkir di 57 titik telah dioperasikan. Pengadaan mesin tersebut dilakukan melalui sistem e-katalog yang memakan biaya hingga Rp57 miliar. Investasi yang merupakan hasil duduk bersama antara Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung dan DPRD Kota Bandung. Teknologi ini dipilih karena dinilai lebih menguntungkan.
“Kami sudah sepakat waktu itu dengan DPRD bahwa jalan ini yang dipilih. Dulu awalnya akan dikelola oleh pihak ketiga, tetapi karena regulasi belum memungkinkan, akhirnya tetap kita kelola sendiri dulu,” ungkap Didi.
Menurut Didi, tugas utama pemerintah saat ini adalah terus mengedukasi dan menyosiaslisasikan kepada masyarakat tentang teknologi baru ini. Dishub Kota Bandung secara simultan melalui berbagai media terus mengampanyekan penggunaan TPE.
“Masyarakat jelas perlu beradaptasi. Ini menjadi salah satu penyebab penggunaan mesin parkir belum optimal. Jadi, bukan salah teknologinya. Kita sudah selangkah lebih maju. Kalau sampai mundur, sampai kapan kita tertinggal dari kota-kota lain di dunia,” jelasnya optimis.
Dukungan Perbankan
Gagasan visioner penggunaan TPE di Kota Bandung mendapatkan apresiasi dari banyak pihak, salah satunya dari Bank Indonesia (BI). Bank sentra Indonesia ini menilai, TPE telah mendukung Gerakan Non-Tunai dan menciptakan Cashless Society.
Saat ini, ada empat bank yang telah bekerja sama dalam program TPE ini, yakni BJB, BNI, BRI, dan Bank Mandiri. Masyarakat yang memiliki kartu uang elektronik dari bank-bank tersebut bisa langsung menikmati fasilitas TPE di 57 titik di Kota Bandung.
Menurut Sekretaris Dishub Kota Bandung, Anton Sunarwibowo, bank-bank tersebut mendukung karena BI telah mengakui keberadaan TPE.
“Dukungan yang paling berarti bagi kami adalah dari masyarakat. Saat kami menyososialisasikannya di Braga, warga langsung bersedia membeli kartu uang elektronik. Hanya saja kami masih harus terus berusaha membujuk pengguna sepeda motor yang masih enggan menggunakan uang elektronik,” terang Anton.
Ia menyatakan, Dishub Kota Bandung akan menggencarkan kampanye penggunaan TPE ini ke berbagai pihak. Semakin banyak dukungan terhadap program ini, semakin baik untuk proses pembangunan Kota Bandung.
“Uang retribusi yang masuk akan bisa kita manfaatkan kembali untuk masyarakat. Lebih baik daripada memberikannya untuk oknum-oknum yang tidak jelas di titik-titik parkir liar. Kami imbau masyarakat lebih cerdas melihat situasi,” imbuh Anton.
“Setiap bulan kita terus evaluasi, baik dari segi fasilitas maupun SDM. Kami tidak mau main-main. Ada reward dan punishment yang tegas dan berkeadilan. Sampai saat ini saja kami telah memutasi 8 pengawas karena berkinerja kurang optimal. Ada juga satu petugas parkir yang terpaksa kami putus kontraknya karena tidak bisa diajak bekerja sama,” lanjutnya.
Ia berharap, sistem ini bisa mendapat kepercayaan dari masyarakat. Dengan begitu, setahap demi setahap Kota Bandung bisa menjadi kota yang naik kelas, sejajar dengan kota lain di dunia.
“Kami mohon kepercayaannya, selagi kami terus berusaha memperbaiki diri dan menghadirkan solusi terbaik untuk masyarakat,” pungkasnya.
(Rizka Diputra)