BOGOR - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberi masukan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar delik korupsi tak masuk ke dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Delik korupsi dinilai lebih tepat berada di luar KUHP.
"Tadi kita sampaikan bahwa kita berpikir delik korupsi, delik narkoba, teroris dan HAM, mungkin akan lebih bagus di luar KUHP," kata Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif usai bertemu Presiden di Kompleks Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Rabu (4/7/2018).
Laode menilai kodifikasi hukum akan berjalan lebih baik jika delik korupsi dikeluarkan dari RKUHP. Kodifikasi adalah menghimpun berbagai peraturan menjadi undang-undang.
Ia memaparkan bahwa pemerintah melalui tim perumus akan mempelajari masukan-masukan dari lembaga antirasuah tersebut. "Tim pemerintah akan mempelajarinya lagi lebih intens," ucap dia.
(Baca Juga: Usai Bertemu Jokowi, Ketua KPK: Pengesahan RKUHP Diundur)
Seperti diketahui, KPK menyurati Kepala Negara untuk bertemu guna membahas polemik RUKHP yang dinilai dapat melemahkan pemberantasan korupai di Indonesis. Sedikitnya terdapat 10 permasalahan dalam RKUHP yang berisiko bagi KPK dalam memberantas korupsi.
Poin itu ialah kewenangan kelembagaan KPK tidak ditegaskan dalam RKUHP; KPK tidak dapat menangani aturan baru dari United Nations Convention Againts Corruption (UNCAC) seperti menangani korupsi sektor swasta; RKUHP tidak mengatur pidana tambahan berupa uang pengganti.
RKUHP juga mengatur pembatasan penjatuhan pidana secara kumulatif; mengatur pengurangan ancaman pidana sebesar 1/3 terhadap percobaan, pembantuan, dan pemufakatan jahat tindak pidana korupsi; serta beberapa tindak pidana korupsi dari UU Tipikor menjadi tindak pidana umum.
(Angkasa Yudhistira)