JAKARTA - Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan menghormati Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang melarang mantan terpidana kasus korupsi mencalonkan diri dalam Pemilihan Legislatif 2019.
"Ya ini kan sudah diatur oleh KPU ya kita hormati saja. Jika tak puas bisa ke Bawaslu. Orang dihukum macam-macam, ada yang tipikor, masalah perdagangan, sengketa, bila tak puas ada Bawaslu," ujarnya di Gedung Dakwah Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (4/7/2018).
Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) ini menganggap DPR bersikap berlebihan jika menggunakan hak angket untuk menyelidiki keabsahan Peraturan KPU (PKPU) larangan nyaleg bagi mantan napi korupsi. Apalagi, ia menyadari Presiden Joko Widodo bisa menjadi sasaran tembak dari angket tersebut.
"DPR saya dengar mau angket, saya kira itu berlebihan. Terlalu mengada-ada. Angket itu tujuannya Presiden. Jadi kalau diangket itu kurang tepat. Tentu juga kita DPR tak pas jika semua menjadi sasaran kritik publik karena calonnya penuh masalah," terang Zulkifli.
Sebagaimana diketahui, Kemenkumham telah resmi mengundangkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018. PKPU ini menjadi polemik lantaran memuat larangan mantan terpidana korupsi mendaftar menjadi calon anggota legislatif pada Pemilihan Umum 2019.
PKPU 20/2018 sudah masuk Berita Negara Republik Indonesia dengan Nomor 834/2018 yang ditandatangani Dirjen Peraturan Perundang-Undangan Kemenkumham Widodo Eka Tjahjana pada 3 Juli.
"Iya benar PKPU tersebut sudah diundangkan. Untuk substansi bisa ditanyakan kepada instansi yang membentuknya," ujar Widodo saat dikonfirmasi.
(Angkasa Yudhistira)