KARANGASEM - Kepala Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Kasbani menyatakan, Gunung Agung masih rawan untuk terjadi erupsi baik secara eksplosif (strombolian maupun abu) dan efusif (aliran lava ke dalam kawah). Data pemantauan multi-metode terkini mengindikasikan bahwa potensi untuk terjadinya erupsi besar yang disertai awan panas masih belum teramati.
"Aktivitas Gunung Agung masih berada dalam kondisi yang dinamis dan trend aktivitas dapat berubah sewaktu-waktu," ujarnya, Rabu (4/7/2018).
Untuk ancaman bahaya yang paling mungkin terjadi saat ini berupa lontaran batu atau lava pijar di dalam hingga ke luar kawah, maupun hujan pasir dan abu yang arah penyebarannya bergantung pada arah dan kecepatan angin.
Selain itu, lahar hujan dapat terjadi jika terjadi hujan dan membawa material erupsi melalui aliran-aliran sungai yang berhulu di puncak Gunung Agung. Emisi gas vulkanik beracun kemungkinan masih berada di sekitar area kawah puncak.
"Aktivitas Gunung Agung masih tinggi dan masih berpotensi terjadi erupsi sehingga disimpulkan tingkat aktivitasnya berada pada Level 3," katanya.
Dia menjelaskan, secara deformasi, pasca-seri erupsi dalam satu minggu terakhir ini tubuh Gunung Agung mengalami trend deflasi seiring dengan berkurangnya tekanan fluida magmatik di dalam tubuh Gunung Agung.
"Pola deformasi meskipun cenderung deflasi. Erupsi dapat terjadi pada saat pembangunan tekanan (inflasi) maupun pada fase penurunan tekanan (deflasi). Data deformasi masih mengindikasikan aktivitas Gunung Agung belum stabil dan masih rawan untuk terjadi erupsi," paparnya.
Sedangkan secara geokimia, gas magmatik SO2 masih terekam dengan fluks masih relatif tinggi, pada 3 Juli 2018 fluks SO2 dalam kisaran 1400-2400 ton per hari dan pada 4 juli 2018 flux SO2 dalam kisaran 400-1500 ton per hari.
Dia menjelaskan, untuk citra satelit termal mengindikasikan bahwa aktivitas erupsi efusif masih berlangsung dengan volume pertumbuhan kubah lava pada kisaran 4-5 juta meter kubik dalam satu minggu terakhir ini.
"Volume kubah lava lama berkisar 23 juta meter kubik, sehingga volume total kubah lava 2017-2018 sekitar 50 persen dari volume kosong kawah," paparnya.
Secara visual, aktivitas permukaan masih didominasi oleh kejadian erupsi maupun hembusan. Erupsi yang terjadi bersifat efusif yaitu berupa aliran lava ke dalam kawah maupun eksplosif yaitu berupa lontaran batu atau lava pijar maupun pasir dan abu. Penyebaran abu ke arah barat mengikuti arah angin.
Erupsi Strombolian terbesar terjadi pada 2 Juli 2018 pukul 21.04 Wita disertai suara dentuman dengan kolom abu tebal setinggi 2000 m di atas puncak dan lontaran batu atau lava pijar keluar area kawah secara radial sejauh 2 km dari kawah Gunung Agung.
"Ancaman bahaya yang dapat membahayakan jiwa secara langsung seperti lontaran batu atau lava pijar masih terlokalisir di dalam radius 4 km," katanya.
Kasbani menerangkan, secara seismik, aktivitas Gunung Agung masih didominasi oleh gempa-gempa dengan konten frekuensi rendah yang mencerminkan adanya aliran fluida menuju ke permukaan yaitu berupa Gempa Low Frequency, Gempa Hembusan dan Gempa Letusan.
Kegempaan frekuensi tinggi yang mencerminkan peretakkan batuan di dalam tubuh gunung api akibat pergerakan magma baru masih terekam dengan intensitas relatif rendah yaitu berupa Gempa Vulkanik (Dalam maupun Dangkal) dan Gempa Tektonik Lokal.
Dominannya kegempaan dengan konten frekuensi rendah dibandingkan dengan konten frekuensi tinggi mencerminkan bahwa aliran fluida magmatik ke permukaan relatif lancar karena sistem cenderung terbuka.
Rekomendasi untuk masyarakat di sekitar Gunung Agung dan pendaki/pengunjung/wisatawan agar tidak berada, tidak melakukan pendakian dan tidak melakukan aktivitas apapun di Zona Perkiraan Bahaya yaitu di dalam area kawah Gunung Agung dan di seluruh area di dalam radius 4 km dari Kawah Puncak Gunung Agung.
Zona Perkiraan Bahaya sifatnya dinamis dan terus dievaluasi dan dapat diubah sewaktu-waktu mengikuti perkembangan data pengamatan Gunung Agung yang paling aktual. Masyarakat yang bermukim dan beraktivitas di sekitar aliran-aliran sungai yang berhulu di Gunung Agung agar mewaspadai potensi ancaman bahaya sekunder berupa aliran lahar hujan yang dapat terjadi terutama pada musim hujan dan jika material erupsi masih terpapar di area puncak. Area landaan aliran lahar hujan mengikuti aliran-aliran sungai yang berhulu di Gunung Agung.
Tambahnya, mengingat masih adanya potensi ancaman bahaya abu vulkanik dan mengingat bahwa abu vulkanik dapat mengakibatkan gangguan pernapasan akut (ISPA) pada manusia, maka diharapkan seluruh masyarakat, utamanya yang bermukim di sekitar Gunung Agung agar senantiasa menyiapkan masker penutup hidung dan mulut maupun pelindung mata sebagai upaya antisipasi potensi ancaman bahaya abu vulkanik.
(Arief Setyadi )