Fase Puncak Letusan Gunung Krakatau
Tanggal 25 Agustus, letusan semakin meningkat. Sekitar pukul 13.00 tanggal 26 Agustus, Krakatau memasuki fase paroksimal. Satu jam kemudian, para pengamat bisa melihat awan abu hitam dengan ketinggian 27 km. Pada saat itu, letusan terjadi terus menerus dan ledakan terdengar setiap sepuluh menit sekali. Kapal-kapal yang berlayar dalam jarak 20 km dari Krakatau telah dihujani abu tebal, dengan potongan-potongan batu apung panas berdiameter hampir 10 cm mendarat di dek kapal. Tsunami kecil menghantam pesisir Pulau Jawa dan Sumatera hampir 40 km jauhnya pada pukul 18.00 dan 19.00.
Pada 27 Agustus, empat letusan besar terjadi pukul 05.30, 06.44, 10.02, dan 10:41 waktu setempat. Pada pukul 5.30, letusan pertama terjadi di Gunung Perboewatan, yang memicu tsunami menuju Teluk Betung. Pukul 06.44, Gunung Krakatau meletus lagi di Danan, menimbulkan tsunami di arah timur dan barat. Letusan besar pada pukul 10.02 terjadi begitu keras dan terdengar hampir 3.110 km jauhnya ke Perth, Australia Barat, dan Rodrigues di Mauritius (4.800 km (3.000 mi) jauhnya).
Penduduk di sana mengira bahwa letusan tersebut adalah suara tembakan meriam dari kapal terdekat.
Masing-masing letusan disertai dengan gelombang tsunami, yang tingginya diyakini mencapai 30 m di beberapa tempat. Wilayah-wilayah di Selat Sunda dan sejumlah wilayah di pesisir Sumatera turut terkena dampak aliran piroklastik gunung berapi.
Energi yang dilepaskan dari ledakan diperkirakan setara dengan 200 megaton TNT, kira-kira hampir empat kali lipat lebih kuat dari Tsar Bomba (senjata termonuklir paling kuat yang pernah diledakkan). Pada pukul 10.41, tanah longsor yang meruntuhkan setengah bagian Rakata memicu terjadinya letusan akhir.
Bagaimana dampaknya?
Letusan besar terakhir terdengar hingga 3.000 mil jauhnya, menimbulkan setidaknya 36.417 korban jiwa; 20 juta ton sulfur dilepaskan ke atmosfer; menyebabkan musim dingin vulkanik (mengurangi suhu di seluruh dunia dengan rata-rata 1.2 °C selama 5 tahun); dan letusan gunung api paling hebat dalam sejarah .
Pada tengah hari tanggal 27 Agustus 1883, hujan abu panas turun di Ketimbang (sekarang desa Banding, Kecamatan Rajabasa, Lampung). Kurang lebih 1.000 orang tewas akibat hujan abu ini di Rajabasa. Kombinasi aliran piroklastik, abu vulkanik, dan tsunami juga berdampak besar terhadap wilayah di sekitar Krakatau. Tak satupun yang selamat dari total 3.000 orang penduduk pulau Sebesi, yang jaraknya sekitar 13 km dari Krakatau. Aliran piroklastik menewaskan kurang lebih 1.000 orang di Ketimbang dan di pesisir Sumatera yang berjarak 40 km di sebelah utara Krakatau.