Tobias Schneider dari Global Public Policy Institute juga menyelidiki apakah pihak oposisi dapat melakukan serangan kimia dari udara, dan menyimpulkan mereka tidak mampu. "Rezim Assad adalah satu-satunya aktor yang melancarkan senjata kimia dari udara," katanya.
Dr Lina Khatib, pimpinan program Timur Tengah dan Afrika Utara di Chatham House mengatakan: "Sebagian besar serangan senjata kimia yang kita saksikan di Suriah sepertinya mengikuti sebuah pola yang mengisyaratkan ini adalah hasil kerja rezim dan sekutunya, bukannya kelompok lain di Suriah."
"Kadang-kadang rezim menggunakan senjata kimia saat tidak memiliki kekuatan militer untuk menguasai kembali suatu daerah dengan menggunakan senjata konvensional," tambahnya.
Sarin digunakan pada serangan yang paling mematikan dari 106 yang dilaporkan - di Khan Sheikhoun - tetapi bukti mengisyaratkan bahan kimia yang paling umum dipakai adalah klor.
Klor dikenal sebagai bahan kimia dengan "penggunaan ganda". Bahan ini digunakan untuk kepentingan sipil dan tidak melanggar hukum. Sementara penggunaan klor sebagai senjata dilarang CWC.
Klor diduga digunakan pada 79 dari 106 serangan yang dilaporkan, menurut data BBC. OPCW dan JIM menegaskan klor kemungkinan digunakan sebagai senjata pada 15 dari kasus-kasus yang diselidiki.
Image caption Klor bahan kimia yang paling banyak dilaporkan.
Para pengamat mengalami kesulitan dalam membuktikan penggunaan klor pada sebuah serangan karena bahan ini cepat menguap dan menyebar.
"Jika Anda pergi ke tempat dimana terjadi serangan klor, hampir tidak mungkin mendapatkan bukti fisik dari lingkungan - kecuali Anda ada disana secepatnya," kata Tangaere, bekas penyelidik OPCW.
"Karenanya, karena dapat menggunakannya tanpa hampir meninggalkan jejak, Anda dapat melihat mengapa hal ini terus terjadi."
3. Penggunaan senjata kimia sepertinya berdasarkan strategi
Rencana waktu dan tempat 106 serangan kimia yang dilaporkan sepertinya dapat mengungkapkan pola tentang cara penggunaannya.
Kebanyakan serangan yang dilaporkan terjadi dalam rangkaian di dan sekitar daerah yang sama dan pada waktu yang kurang lebih sama.
Image caption Serangan kimia yang dilaporkan terjadi secara bergelombang.
Aksi ini dilakukan bersamaan dengan serangan pemerintah - di Hama dan Idlib tahun 2014, Idlib pada tahun 2015, kota Aleppo di akhir tahun 2016 dan Ghouta bagian timur di permulaan tahun 2018.
"Senjata kimia digunakan saat rezim bermaksud mengirimkan pesan tegas kepada penduduk setempat bahwa kehadiran mereka tidak diinginkan,"kata Dr Khatib dari Chatham House.
"Senjata kimia bukan saja hukuman penghabisan yang membuat orang takut, senjata ini juga murah dan mudah digunakan sebuah rezim saat kemampuan militernya menurun karena konflik."
"Tidak ada hal yang ditakuti orang lebih dari senjata kimia dan kapanpun senjata kimia dipakai, penduduk melarikan diri dari tempat itu dan sering kali mereka tidak kembali lagi."
Aleppo, sebuah kota yang menjadi medan perang selama beberapa tahun, sepertinya merupakan salah satu tempat dimana strategi ini diterapkan.
Pejuang oposisi dan warga sipil terjebak di daerah kantong yang dikepung di bagian timur saat pemerintah melancarkan serangan terakhir untuk menguasai kembali kota itu.
Image caption Beberapa keluarga Suriah membuat masker pelindungnya sendiri.
Daerah oposisi pertama-tama menghadapi pemboman sengit dengan menggunakan senjata konvensional.
Kemudian dilaporkan dilancarkan serangkaian serangan kimia yang dikatakan membuat ratusan orang menjadi korban. Aleppo segera jatuh ke tangan pemerintah dan orang mengungsi ke daerah lain di bawah kelompok oposisi.
"Pola yang kita saksikan adalah rezim menggunakan senjata kimia di daerah yang dipandang strategis terkait dengan tujuannya," kata Dr Khatib.
"Tahap terakhir merenggut kembali daerah itu sepertinya adalah lewat penggunaan senjata kimia hanya agar penduduk melarikan diri."
Dari akhir bulan November sampai Desember 2016, pada minggu-minggu terakhir serangan pemerintah terhadap Aleppo timur, dilaporkan terjadi 11 serangan klor.
Lima di antaranya pada dua hari terakhir serangan, sebelum pejuang oposisi dan pendukungnya menyerahkan diri dan sepakat untuk diungsikan.
Abu Jaafar, yang bekerja sebagai ilmuwan forensik untuk oposisi Suriah, berada di Aleppo pada hari-hari terakhir pengepungan. Dia memeriksa jenazah sebagian besar korban yang diduga terkena serangan kimia.
"Saya ke kamar jenazah dan bau keras klor muncul dari jenazah,"katanya. "Ketika saya memeriksanya, saya melihat jelas tanda-tanda sesak nafas karena klor."
Penggunaan klor sangat menghancurkan, katanya.