Sementara itu Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Rahmat Triyono menjelaskan, dari pengamatan BMKG ditemukan tinggi tsunami sebesar 11,3 meter di Desa Tundu. Pergerakan tsunami ini menurutnya sampai dengan sejauh 468 meter yaitu di Hotel Mercure. “Awalnya kita bingung, mengapa sesar mendatar bisa menimbulkan tsunami. Kita baru menyadari sehari setelah bencana alam itu bahwa hal ini bukan karena gempa tapi karena terjadinya longsor. Jadi di hari pertama kita belum menyimpulkan ke arah sana,” ungkapnya.
Sedangkan terkait likuifaksi menurut Rahmat tanah bergerak tersebut diakibatkan adanya gempa besar dari rangkaian gempa yang mencapai total durasi 25 menit. “Tentunya itu yang memporakporandakan Palu, dan bisa jadi ini yang menyebabkan likufaksi,” tutur Rahmat.
Pembicara dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Dani Hilman menyatakan bahwa gempa Palu telah menggerakan dua segmen yaitu Segmen Palu dan Segmen Saluki yang meloncati releasing step over selebar 6 km. Di zona releasing step over antara kedua segmen ini deformasi cukup kompleks dengan didominasi oleh zona pensesaran normal.
Lokasi terjadinya likuefaksi mempunyai hubungan spasial yang erat dengan jalur fault ruptures khususnya di jalur extensional/rifting yang berkaitan dengan mekanisme pull apart basin. “Namun yang menarik, rumah-rumah yang tidak jauh dari jalur sesar tetap bertahan,” ucapnya. Kegiatan diskusi khusus dengan moderator M.Burhannudinnur yang merupakan Wakil Ketua Umum IAGI ini mengundang perhatian dari para ahli geologi yang sejak beberapa hari sebelumnya telah berkumpul di Pekanbaru dalam rangka Pertemuan Ilmiah Tahunan IAGI.
(Abu Sahma Pane)