Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Hari Pahlawan: Siapa Saja dan ke Mana Para "Ibu Bangsa"?

Agregasi BBC Indonesia , Jurnalis-Sabtu, 10 November 2018 |08:22 WIB
Hari Pahlawan: Siapa Saja dan ke Mana Para
Presiden Soekarno menghadiri peringatan Hari Kartini di Istana Negara pada 1953. (Foto: Bettmann/Getty Images)
A
A
A

Namun, peminggiran sosok perempuan dalam sejarah Indonesia juga terjadi pada sosok-sosok yang tidak terbebani oleh stigma politik sosialis, seperti pada Rasuna Said dan Siti Nafsiah, dua perempuan anggota BPUPKI di antara 46 orang lain. "Berarti ada apa ini? Ini barangkalai ada hubungannya dengan misoginis yang merasuk dalam cara pandang sejarawan yang didominasi oleh male bias," kata Ruth.

Maria Ulfah. (Foto: Biografi Maria Ulfah)

Selain itu, kontribusi organisasi perempuan pada 1950an yang mengusulkan agar persamaan hak laki-laki dan perempuan masuk pada penyusunan Undang-undang Dasar Republik Indonesia Serikat (UUD RIS) tidak pernah dicatat.

Begitu pula dengan sejarah gerakan perempuan yang tidak dianggap sebagai bagian dari sejarah nasional karena dianggap bukan politik, selain juga peminggiran karya sastra dari penulis perempuan di era itu, seperti S Rukiah Kertapati dan Sugiarti Siswadi.

Sementara itu, wartawan Historia, Nur Janti meneliti tentang sosok Maria Ulfah untuk program Ruang Perempuan dan Tulisan - yang mengumpulkan karya tulis dari perempuan yang tidak tercatat, terlupakan atau justru dihapus dari sejarah.

Nur Janti mengatakan bahwa Maria Ulfah bisa mencapai pendidikan tinggi dan menjadi perempuan Indonesia pertama yang menjadi sarjana di Belanda karena latar belakangnya dari keluarga ningrat yang melek pendidikan.

"Perempuan untuk menjadi pemeran utama dalam perjuangan masih sangat minim. Maria Ulfah salah satunya. Tapi kebanyakan bermula dari perjuangan tentang hak perempuan, baru kemudian ikut dalam perjuangan nasionalisme. Maria Ulfah berkawan dekat dengan Sjahrir dan sering tukar pikiran. Bahkan pemikiran Maria Ulfah soal kebangsaan juga dipantik oleh Sjahrir," kata Janti. Janti juga menemukan bahwa Maria Ulfah juga cukup progresif karena dianggap perempuan langka dan paling maju di masanya. Dia bisa terpilih sebagai anggota BPUPKI yang masuk ke panitia pembahasan UUD, salah satu usulannya adalah pasal 27 yang memberikan jaminan hak setara baik perempuan maupun lelaki, meski usulan Maria Ulfah sempat ditentang Soekarno.

"Kalau dibandingkan dengan tokoh lelaki atau rekan sejawatnya, Maria Ulfah jauh tidak terkenal. Dalam pelajaran sejarah di sekolah pun peran perempuan nggak banyak dibahas," katanya lagi.

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement