Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Negara vs Yayasan Supersemar, Mengapa Sampai 20 Tahun?

Agregasi BBC Indonesia , Jurnalis-Jum'at, 23 November 2018 |08:37 WIB
Negara vs Yayasan Supersemar, Mengapa Sampai 20 Tahun?
Presiden Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya pada Mei 1998 (Foto: Maya Vidon/Getty Images)
A
A
A

Menurut Kejaksaan Agung, "uang yang diselewengkan adalah milik negara karena dikumpulkan lewat peraturan pemerintah".

Tapi satu tahun kemudian, Jaksa Agung Andi M Ghalib menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dengan alasan tuduhan bahwa Presiden Soeharto "menyalahgunakan uang negara lewat tujuh yayasannya tidak terbukti".

Beberapa bulan kemudian, masih pada tahun yang sama, Presiden Abdurahman Wahid memerintahkan dugaan penyelewengan dana Yayasan Supersemar diusut kembali.

Pada 2000, Kejaksaan Agung menetapkan Presiden Soeharto sebagai tersangka. Perkara sempat masuk tahap penuntutan, namun persidangan berhenti, karena Soeharto dinyatakan mengalami sakit otak permanen.

Pada 2007, kasus ini menghadapi jalan buntu. Kejaksaan Agung lantas menggugat Presiden Soeharto secara perdata. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan sebagian gugatan dan Soeharto diperintahkan membayar ganti rugi sebesar Rp139,2 miliar dan US$315 juta.

Soeharto ketika masih muda (Foto: Getty Images)

Dalam perkara perdata disebutkan bahwa dana yang diperoleh Yayasan Supersemar sebagai tergugat II, oleh Presiden Soeharto tergugat I dan berperan selaku Ketua Yayasan "tidak sepenuhnya digunakan sesuai dengan tujuannya sehingga mengakibatkan kerugian bagi Penggugat".

Pada 2010, Yayasan Supersemar dinyatakan kalah, namun terjadi kesalahan pengetikan jumlah uang yang tercantum dalam putusan Kasasi di Mahkamah Agung.

Lima tahun setelahnya, Kejaksaan Agung mengajukan Peninjauan Kembali untuk memperbaiki salah ketik itu. Ganti rugi yang harus dibayarkan oleh Yayasan Supersemar sebesar Rp4,4 trilun, yang merupakan akumulasi dari Rp139,2 miliar dan US$315 juta.

Berbekal keputusan ini, Kejaksaan Agung melakukan inventarisasi aset-aset Yayasan Supersemar. Dari sinilah dilakukan penyitaan satu vila di Mega Mendung, Bogor, dan Gedung Granadi di Jakarta.

Sejauh ini, yayasan juga menyetor uang ke negara sebesar Rp240 miliar.

Zamira Loebis, yang pernah digugat oleh tim pengacara Soeharto akibat investigasi yang ia lakukan, mengatakan lamanya proses hukum tak lepas dari pertimbangan "pengaruh yang dimiliki oleh keluarga Soeharto".

Ini tercermin dari kasus yang ia alami bersama majalah TIME. "Kami menang di tingkat pengadilan negeri, itu murni menang. Tapi mereka naik banding. Yang mengeluarkan putusan mulai ragu-ragu...," kata Zamira.

"Orang ini masih punya power atau tidak. Kami dinyatakan kalah, kami PK. Itu diajukan di era (presiden) SBY. Tak ada yang berani juga. Setelah ia (Soeharto) meninggal, baru diputuskan bahwa kami menang," imbuh Zamira.

(Angkasa Yudhistira)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement