Ia pun menyesalkan gerakan 212 menggunakan pranata dan instrumen agama Islam, yang oleh banyak tokoh muslim mainstream, justru dianggap memperburuk kualitas keagamaan di Indonesia. Apa pun alasannya, kata Hendardi, populisme agama sesungguhnya menghilangkan rasionalitas umat dalam beragama. “Juga menghilangkan rasionalitas warga dalam menjalankan hak politiknya,” tambahnya.
(Baca Juga : Akan Hadiri Reuni 212 di Monas, Haji Lulung: Berdoa untuk Pemilu Berjalan Aman)
Meski begitu, Hendardi menilai, 2 tahun hampir berlalu, gerakan 212 mulai kehilangan dukungan sejalan dengan meningkatnya kesadaran warga untuk menjauhi praktik politisasi identitas agama untuk merengkuh dukungan politik atau menundukkan lawan-lawan politik.
“Warga juga telah semakin sadar dan pandai melihat bahwa gerakan semacam ini membahayakan kohesi sosial bangsa yang majemuk. Jadi, kecuali untuk kepentingan elite 212, gerakan ini sebenarnya tidak ada relevansinya menjawab tantangan kebangsaan dan kenegaraan kita,” pungkasnya.
(Baca Juga : Sependapat, NU dan Muhammadiyah Sebut Reuni 212 Tak Perlu)
(Erha Aprili Ramadhoni)