PEKANBARU - Tidak sedikit warga yang terjebak dengan pemahaman yang menyesatkan tentang agama, sehingga terpapar radikalisme dan terorisme. Salah cara yang dilakukan adalah merekrut calon 'pengantin' untuk melakukan pengemboman.
Ternyata, untuk merekrut, tidak begitu sulit. Hanya butuh paling lama dua jam, para perekrut bisa mencuci otak para korbannya. Hal itu diungkapkan salah satu mantan pentolan NII Crisis Center, Ken Setiawan.
"Paling lama 2 jam saja ntuk menyakinkan korban agar terpapar radikalisme," ucap Ken Pendiri NII Crisis Center, Sabtu (26/1/2019).
Ken menyatakan, sudah memberikan pemaparan kepada puluhan mahasiswa dari berbagai jurusan di Pekanbaru dari berbagai universitas di Riau dalam satu kegiatan yang digagas Mabes Polri. Ken menyatakan banyak kalangan mahasiswa yang selama ini direkrutnya waktu dia masih eksis di NII.
"Cara merekrutnya, kita datangi calon korban. Kita tanya agama apa. Kemudian kita banyak bertanya hal sulit sulit tentang Islam. Korban akan kebingung menjawabnya. Baru kita tekan sama dia, mengaku Islam tapi tidak tau Islam dan tentang hukum Islam. Karena korban tidak kritis, kita langsung tanyakan tentang hukum Islam. Aturan mana yang tinggi, hukum tuhan apa hukum negara. Banyak tidak di negara ini yang melanggar hukum Tuhan misalnya miras ada dimana mana, tapi dibolehkan pemerintah," imbuh Ken yang bergabung di NII sejak tahun 2000.

Setelah bisa 'menguasai' korbannya kemudian diberikan pemahaman lanjutan. Bahwa semua yang tidak ikut kelompok mereka adalah kafir. Jadi harta 'kafir' harta nyawa 'halal' bagi kita saat itu termasuk keluarga.
"Setelah mereka terpapar faham, kita menekankan bahwa dalam perjuangan harus berkorban harta dan benda. Jadi kita tekannya agar ada dana, jika tidak ada minta sama orangtua. Misal korban meminta kepada orangtua adalah sang mahasiswa mengaku menghilangkan laktop teman kampus. Teman itu minta kiriman uang. Kita ikut membantu membohongi mengaku sebagai teman yang kehilangan laptop tentu kebanyak orangtua akan kirim uang apapun caranya. Modusnya banyak itu salah satu cara," ungkap Ken yang sudah 'pensiun' pada tahun 2003 dari NII.
Setelah itu, para korban akan disharing lagi. Dimana dalam tahap dua mereka melakukan aktivitas kriminalitas seperti merampok. Mereka mau karena sudah didoktrin, selain uang kelompok NII dan berbagai jaringan radikal lainnya, halal untuk diambil dengan berbagai konsukuensi. Tahap ketiga adalah menjaring orang 'terbaik' dari kelompok.
"Jika sampai sudah tahapan itu, korban yang sudah dicuci otak akan manut dengan apapun perintah petingginya. Apa saja, termasuk melakukan tindakan terorisme," imbuhya.

Ken mengaku, bahwa dalam NII, banyak hal hal yang menyimpang. Seperti jika ada kasus zina, cukup bayar uang saja. Banyak masalah agama yang disimpangkan oleh mereka. Pria berjenggot ini menyatakan dirinya terpapar faham radikalisme dan gabung NII saat ada kegiatan di Jakarta. Kemudian ada yang mendatanginya. Setelah terpapar, dirinya pun dipercaya sebagai perekrut dan akhirnya mendirikan NII Crisis Center sebagai cabang dari NII.
"Jadi jika dalam dua jam, kita tidak bisa mempengaruhi, harus ditinggalkan. Berita calon korban tidak terpengaruh. Calon korban yang tidak terpengaruh biasa kritis, dan selalu mennyela apa yang kita utarakan. Jika sudah demikian, harus ditinggalkan dan kita cari korban baru yang bisa dipengaruhi dan didoktrin," tukasnya.
Untuk itu, dia berharap mahasiswa di Riau waspada dengan aliran radikalisme dan intoleransi.
"Kampus ini salah satu sasaran perekrutan. Untuk masuk ke kalangan mahasiswa, orang kita masukkan kesana adalah alumni. Mahasiswa biasa akan segan kepada seniornya. Jadi berhati hatilah. Di Riau juga banyak temuan mahasiswa yang terpapar faham radikalisme," tukasnya.
Sementara itu, Sekretaris Majelis Ulama Indonesia (MUI) Riau, Zulhusni Domo mengatakan bahwa orang yang terpapar paham radikalisme dan intoleran adalah yang sedikit memahami agama.
"Teroris tidak ada hubungan dengan agama apapun. Paham radikalisme dan intoleran di Indonesia harus dihilangkan," ucapnya.
(Awaludin)