JAKARTA - Ace Hasan Syadzily, Juru Bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf menilai kubu Prabowo Subianto-Sandiaga Uno sedang panik. Hal itu diungkapkan Ace menyusul tudingan kubu Prabowo-Sandi terkait bebasnya Siti Aisyah.
Koordinator Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Dahnil Anzar Simajuntak dan pendukung 02 sebelumnya menuding pembebasan Siti Aisyah, WNI yang bebas hukum mati di Malaysia, “asal klaim”. Padahal, itu menunjukkan dengan nyata mereka panik karena Jokowi benar-benar bekerja untuk rakyat sebagaimana mandat konstitusi.
"Sementara itu, Capres yang mereka dukung Prabowo sama sekali tidak melakukan apa-apa. Kenapa mereka terlalu fokus mengomentari kinerja Presiden dibanding mempromosikan hal yang bisa dijual dari Prabowo? Atau memang benar-benar tidak ada yang bisa dijual dari Prabowo?" ujar Ace dalam keterangan tertulisnya, Rabu (13/3/2019).
(Baca Juga: Pembebasan Siti Aisyah Bukti Diplomasi Pemerintahan Jokowi High Class)
Ace mengatakan, dalam kasus bebasnya Siti Aisyah, BPN berusaha menggiring opini publik bahwa tidak ada andil pemerintah Indonesia dalam bebasnya Siti Aisyah dari hukuman mati. Mereka menyebar link berita pernyataan PM Malaysia Mahathir Mohammad yang menyatakan keputusan pembebasan itu adalah keputusan murni hukum, dan bukan dilobi oleh pemerintah Indonesia.
"Ya, memang itu benar keputusan hukum, lagipula pemerintah Indonesia dan Presiden Jokowi tidak pernah juga menyatakan pembebasan Siti Aisyah hasil lobi. Yang Presiden dan jajaran menterinya katakan ialah proses pendampingan hukum dan advokasi secara optimal. Dan itu memang upaya hukum yang sah dalam dunia internasional," katanya.
Menurut Ace, apakah Dahnil tidak membaca berita? Atau memang sudah terlanjur takut duluan kalau pemerintahan Jokowi diapresiasi rakyat karena menjalankan tugasnya sehingga buru-buru menuduhnya klaim, bahkan mempermalukan Indonesia di dunia internasional. Bagi Ace, memang mereka hobi fitnah.
"Perlu diketahui, sejak awal kasus pembunuhan Kim Jong-nam yang menyeret nama Siti Aisyah, Pemerintah Indonesia telah bergerak, yaitu memastikan Siti mendapatkan proses persidangan (proses hukum) yang adil. Menlu Retno Marsudi langsung menghubungi Menlu Malaysia Dato’ Sri Anifah Hj Aman," ujarnya.
Tim KBRI, sambung Ace, dikirim ke Malaysia untuk mendapatkan akses ke Siti Aisyah, dan Jokowi saat bertemu dengan Mahathir Mohammad pun sempat membahas kasus yang menimpa Siti, pun dengan Polri yang juga membuka komunikasi dengan kepolisian Malaysia yang menangani kasus tersebut.
"Yang terpenting, Pemerintah Indonesia pun menunjuk pengacara dari Firma Gooi & Azura di Malaysia yang sudah terkenal menyelesaikan persoalan WNI yang menimpa Siti Aisyah. Komunikasi dengan Kejaksaan Agung Malaysia pun terus dilakukan," tuturnya.
(Baca Juga: Siti Aisyah Doakan Doan Thi Huong agar Dibebaskan dari Tuduhan Membunuh Kim Jong-nam)
Sesuai dengan logika akal sehat saja, tidak mungkin seorang WNI Siti Aisyah yang awam bahkan menjadi korban dalam kasus pembunuhan itu dapat menghadapi proses hukum yang begitu rumit di negara orang tanpa bantuan dan pendampingan hukum yang total dari pemerintah Indonesia.
"Apalagi kasus Siti ini adalah kasus yang menyita perhatian dunia internasional, yaitu dugaan pembunuhan Kim Jong Nam, keluarga Presiden Korut Kim Jong Un. Malaysia mendapat tekanan dari dunia internasional dalam kasus ini, dan Siti yang kebetulan bukan warga negara Malaysia dapat menjadi sasaran empuk untuk dikambinghitamkan jika pemerintah Indonesia tidak peduli," tuturnya.
Ace menambahkan, jika tanpa pendampingan hukum dan proses diplomasi yang total dari pemerintah Indonesia, apakah mungkin kejaksaan Agung Malaysia menarik berkas persidangan Siti Aisyah padahal pada Agustus 2018 hakim menyatakan saksi dan bukti cukup sehingga persidangan terhadap Siti layak untuk dilanjutkan?. Alasan Jaksa penuntut Siti menarik berkasnya adalah karena tidak bisa menghadirkan bukti dan saksi dalam kasus Siti Aisyah.
Saat ditanya kenapa Jaksa tidak bisa menghadirkan bukti dan saksi untuk melanjutkan persidangan, jaksa tidak menjawab dan memberikan alasan. Apakah ini murni kemurahan hati Malaysia? Tentu tidak mungkin ini dapat terjadi jika tanpa pendampingan hukum dan diplomasi antara pemerintah Indonesia dan Malaysia.
"Tentu saja Malaysia menghormati Indonesia sebagai saudara serumpun, bahkan mitra strategis. Maka, tidak mungkin mereka akan menghukum WNI yang sebenarnya tidak bersalah," katanya.
Terkait pernyataan Mahatir bahwa pembebasan Siti adalah murni proses hukum, ya memang betul itu proses hukum di pengadilan. Dan segala upaya diplomasi Indonesia, advokasi, pendampingan, penunjukkan pengacara ahli di Malaysia oleh Pemerintah Indonesia itu pun proses hukum yang sah dan diakui di Malaysia. Jadi, tidak ada yang salah.
"Wibawa pemerintah Malaysia justru akan jatuh jika PM Mahathir mengatakan, pembebasan Siti Aisyah adalah hasil lobi bukan karena proses hukum, karena negara mereka pun negara hukum," katanya.
Ace menegaskan, tidak ada yang salah dalam pernyataan Mahatir, pun pemerintah Indonesia. Yang salah itu pernyataan Dahnil dan BPN Prabowo Sandi yang cenderung menyudutkan pemerintah bahkan memfitnah jika Presiden Jokowi mengklaim sekaligus mempermalukan pemerintah Malaysia dalam kasus ini.
"BPN bukan hanya tidak tahu proses diplomasi hukum di ranah internasional yang diperparah dengan kepanikan melihat lawan politik berbuat banyak bagi rakyatnya, sementara capresnya tidak berbuat apa-apa selain menjual kemarahan dan ketakutan terhadap rakyatnya," katanya.
(Arief Setyadi )