Menurutnya, prestasi pemerintah adalah berhasil membuktikan bahwa perusahaan tersebut melakukan pemalsuan dokumen. Ini lah yang mengakibatkan, dalam perkara itu mahkamah internasional menolak gugatan arbitrase dari perusahaan tambang yang terdaftar di London, yang ingin mendapat kompensasi US$1,3 miliar dari pemerintah Indonesia karena membatalkan izin tambang batu bara yang dipalsukan oleh mitra bisnisnya di negara ini.
Berdasarkan pengamatannya Kementerian ESDM dengan Kemenkumham berperan cukup baik dalam kasus ini. Mengingat bahwa pada sektor lain, yakni pertanian, Indonesia kalah di WTO dengan Amerika dan Selandia Baru, yang berkaitan dengan pangan. Kekalahan yang menyebabkan Indonesia mendapatkan hukuman ini menunjukkan bahwa koordinasi antarsektor terkait tak berjalan dengan maksimal.
“Sedangkan (dalam) kasus ini saya lihat sudah cukup baik dari Dirjen AHU, Dirjen Minerba dan Kejaksaan sudah cukup baik koordinasinya,” ucap Ahmad.
Karena itu, Ahmad mengingatkan bahwa ke depan harus ada langkah perbaikan yang perlu dilakukan. Sebab meski IUP dikeluarkan oleh pemerintah daerah, tapi biasanya yang menjadi tergugat tetap pemerintah pusat.
Ia menambahkan, ke depan perlu ada kehati-hatian saat mengeluarkan IUP. Menurutnya IUP seharusnya diperiksa dan diawasi oleh ESDM agar tidak terulang lagi kasus-kasus di mana Indonesia digugat ke arbitrase internasional.
“Karena ada 10.000 IUP yang ada di Indonesia. Dan yang dinyatakan bagus dan bersih hanya 6000. IUP dinyatakan clear and clean baik secara teknis, lingkungan dan finansial. Tetapi ada 4.000 izin yang dianggap non clear and clear sehingga harus dicabut izinnya,” kata Ahmad.
(Arief Setyadi )