Apalagi bagi mereka para mahasiswa yang tinggal di kos-kosan terkadang mereka memilih begadang atau tidak tidur menunggu sahur dan tidur setelahnya. Selain itu mereka yang tidanggal di ibu kota pun tidak terhambat untuk memasak, mereka bisa lebih praktis membeli makanan sehingga tidak membutuhkan waktu yang lama untuk menyiapkan makan.
"Kalau kita sih yang tinggal di kosan ini kan ramai jadi bisa dibangunin teman-teman satu kos dan alarm juga selalu standby," ucap Ibel salah seorang mahasiswa di perguruan tinggi swasta di Jakarta.
Ibel mengaku tidak mengandalkan para pemuda-pemudi di lingkungan kosnya yang membangunkan sahur. Selama Ia tinggal di sana, dirinya mengaku belum pernah mendengar pawai bangunkan sahur. Baginya, sebiji telefon genggam alias handphone sudah lebih dari cukup sebagai asisten pribadi untuk membangunkannya.
"Saya juga tidur enggak susah bangun. Jadi, memang sudah biasa kan bangun pagi, juga salat subuh. Ya, enggak khawatir telat (bangun)," tuturnya.
Meski demikian, Ibel berharap agar tradisi pawai keliling membangunkan orang sahur bisa terus dilakukan. Bahkan jika perlu harus ditingkatkan, supaya menarik minat masyarakat. "Jadi, harus kreatif gelar pawai gitu melibatkan banyak orang dan enggak cuma sekadar teriak bangunin tapi ada nilainya di sana," kata Ibel.
(Rizka Diputra)