Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Denny JA: Ada 4 Ideologi Ikut Berkontestasi di Pilpres 2019

Fakhrizal Fakhri , Jurnalis-Rabu, 03 Juli 2019 |03:55 WIB
Denny JA: Ada 4 Ideologi Ikut Berkontestasi di Pilpres 2019
Direktur Eksekutif LSI Denny JA (Foto: Ist)
A
A
A

JAKARTA - Direktur Eksekutif Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA mengungkapkan terdapat empat ideologi yang ikut bertikai dalam kontestasi Pilpres 2019.

Pertama, kata dia, bisa sebut sebagai ideologi politik reformasi. Paham ini mulai dibawa BJ Habibie ketika menjadi presiden pertama era reformasi. Lalu dilanjutkan Abdurahman Wahid alias Gus Dur, Megawati Soekarnoputri, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan sekarang Joko Widodo (Jokowi).

"Apa itu paham politik reformasi? Itu adalah varian demokrasi yang khas Indonesia. Ada kebebasan politik di sana. Berbeda dengan Orde Baru ataupun Orde Lama. Ada kebebasan ekonomi. Semua warga negara punya hak yang sama, apapun agamanya," kata Denny JA saat menerima The Legend Award, 4 Kali Berturut-Turut Ikut Memenangkan Pemilu Presiden, Rabu (3/7/2019).

Baca Juga: TKN dan TKD Akan Jadi Mesin Pemenangan di Pilkada Serentak 2020 

Jokowi dan Prabowo

Denny JA memaparkan bahwa ideologi kedua yang ikut berkontestasi yakni ideologi Islam Politik. Paham ini menginginkan syariat Islam lebih berperan di ruang publik dengan bentuknya yang bisa macam-macam seperti Negara Islam, sistem khilafah, hingga NKRI bersyariah.

"Bagi paham ini, ideologi yang berlaku sekarang terlalu sekuler. Terlalu liberal. Terlalu memisahkan politik dari agama. Yang menonjol dalam ideologi ini adalah FPI, HTI. Kedua ormas ini berperan signifikan dalam pilpres 2019, di belakang Prabowo," ujarnya.

Sedangkan ideologi ketiga adalah ideologi yang ingin kembali ke UUD 1945 yang asli. Adapun paham ini tak menyetujui sistem politik ekonomi yang berlaku sekarang lantaran menganggap secara politik terlalu liberal.

"Secara ekonomi, terlalu memberikan ruang pada perusahaan asing. Pelopor paham ini awalnya adalah Persatuan Purnawirawan Angkaran Darat. Di tahun 2009, tokohnya adalah letnan jendral suryadi. Mantan panglima TNI Djoko Santoso juga ada di barisan ini," tuturnya.

Baca Juga: Jokowi Tak Bubarkan TKN dan TKD, Beda dengan yang Kalah

Adapun ideologi keempat adalah Hak Asasi Manusia (HAM). Paham ini juga banyak mengkritik pemerintahan Jokowi karena dianggap justru karena kurang liberal. Jika Islam politik menganggap pemerintahan Jokowi terlalu liberal, pendukung hak asasi justru sebaliknya kurang liberal.

Menurut Denny JA, Jokowi juga dianggap kurang tuntas menyelesaikan isu HAM, mulai dari kasus gerakan 65 hingga pembunuhan Munir.

"Tokoh ideologi ini lebih banyak dari LSM. Di tahun 2019, salah satu tokohnya memilih abstein. Harry Azhar sebagai misal, ia mengkritik keras Jokowi. Tapi ia juga tak mau membela Prabowo yang ia anggap punya catatan hitam HAM," katanya.

Di sisi lain, Denny JA berterima kasih atas apresiasi The Legend Award yang dianugerahkan kepada LSI karena ikut empat kali memenangkan presiden berturut-turut. "Saya terima hadiah ini dengan dua catatan. Pertama, adalah disclamer. Yang paling menentukan kemenangan Jokowi adalah Jokowi sendiri dan Ma'ruf. Lalu tim suksesnya dan partai pendukung. LSI hanya mengisi ruag yang kosong. Peran LSI hanyalah komplementer," ujarnya.

"Kedua, anugrah ini tak hanya untuk saya pribadi, tapi seluruh tim kerja LSI. Kerja konsultan politik adalah kerja orkestra. Peran saya hanya sebagai dirigennya sekaligus pencipta lagu. Bersama kita perkuat paham politik reformasi. Semoga di tahun 2024, juga kembali terpilih presiden yang memperkuat politik reformasi," ujarnya.

(Arief Setyadi )

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement