Syafruddin juga terbukti telah menerbitkan Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI) kepada Sjamsul Nursalim. Penerbitan SKL BLBI itu menyebabkan negara kehilangan hak untuk menagih utang Sjamsul sebesar Rp4,58 triliun.
Syafruddin tidak terima terhadap putusan tersebut. Pihak Syafruddin mengajukan upaya banding di tingkat Pengadilan Tinggi (PT) DKI atas putusan tersebut.
Di tingkat banding, vonis Syafruddin justru diperberat menjadi 15 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsidair 3 bulan kurungan. Putusan tersebut dibacakan oleh Hakim PT DKI pada Januari 2019. Pertimbangan hakim di tingkat banding tidak jauh berbeda dengan putusan di tingkat pertama atau Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Atas putusan tersebut, Syafruddin mengajukan upaya hukum kasasi ke MA. Sementara KPK, menerima hasil putusan di tingkat banding karena sudah sesuai dengan dengan argumentasi lembaga antirasuah dan fakta-fakta yang muncul di persidangan.
Proses kasasi Syafruddin di MA cukup tertutup. Hingga akhirnya, KPK mengingatkan kepada Hakim MA untuk segera memutus kasasi Syafruddin. Sebab, masa tahanan Syafruddin di tingkat kasasi akan berakhir pada 9 Juli 2019.
MA kemudian menggelar sidang putusan terhadap upaya kasasi yang diajukan Syafruddin tepat di hari terakhir masa penahanan mantan Kepala BPPN tersebut. Putusan MA menerima kasasi Syafruddin.
Majelis hakim mengabulkan kasasi Syafruddin dan membatalkan putusan Pengadilan Tipikor serta Pengadilan Tinggi DKI. Dalam amar putusannya, hakim MA menyatakan Syafruddin terbukti melakukan perbuatan sebagaimana yang didakwakan kepadanya, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu pidana.
Hakim Agung juga melepas segala tuntutan yang dilayangkan oleh jaksa penuntut umum pada KPK. Hakim memerintahkan agar Syafruddin dibebaskan dari penjara KPK dan memulihkan hak serta martabat mantan Kepala BPPN tersebut.
Vonis kasasi Syafruddin tersebut diputus oleh Ketua Majelis Hakim Salman Luthan dan dua anggota majelisnya yakni, Syamsul Rakan Chaniago dan Mohamad Askin. Namun, terdapat dissenting opinion (perbedaan pendapat) dalam putusan tersebut.
Perbedaan pendapat putusan tersebut terjadi antara Ketua Majelis Hakim dengan dua anggotanya. Ketua Majelis Salman sepakat dengan putusan di tingkat banding. Sementara dua anggotanya menyatakan bahwa perbuatan Syafruddin bukan tindak pidana korupsi.
Dengan demikian, tiga putusan pengadilan sebelumnya yakni, gugatan praperadilan Syafruddin di PN Jaksel, vonis di Pengadilan Tipikor, dan putusan di tingkat banding gugur setelah adanya kekuatan hukum tetap dari MA.
Syafruddin pun resmi menghirup udara bebas pada 9 Juli 2019, malam. Dia bebas dari penjara penjara KPK dan menyatakan bersyukur terhadap putusan MA.
(Arief Setyadi )