Kepergian Mendag ke Negeri Tirai Bambu adalah menjalankan perintah presiden demi menyelamatkan keuangan negara. Dan, lobi setingkat menteri tersebut, tidak bisa dan tidak elok jika diwakilkan. Karenanya, agenda lobi antar negara ini, adalah mutlak perlu.
"Sebagai menteri, Enggartiasto pasti mengikuti perintah presiden untuk menggenjot ekspor ke China. Itu adalah tugas utamanya, menjalankan agenda negara," kata Guru Besar Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Mas'ud Said, dikonfirmasi terpisah.
Mas’us Said menilai tugas negara yang diemban oleh Mendag ke China dan panggilan KPK keduanya adalah hal penting. Dan, karena posisi Menteri Enggar sebagai saksi, maka agenda pemberian keterangan, bisa dilakukan menunggu kembalinya dari agenda lobi di luar negeri. Penjadwalan ulang adalah hal biasa yang dimintakan.

“Mendag pasti punya pengacara, atau biro hukum Kemendag. Nah itu bisa berkomunikasi dengan KPK, sehingga tidak terjadi miss komunikasi, sehingga bisa dijadwalkan ulang, misalnya besok atau lusa setelah pulang ke Indonesia, ditentukan oleh yang bersangkutan bisanya kapan, jadi tidak ada masalah yang penting komunikasi,” ucap dia.
Diketahui, lobi-lobi ditujukan untuk meniadakan hambatan dalam ekspor komoditas-komiditas RI ke Tiongkok. Mendag Enggartiasto optimistis, RI bisa memperoleh USD1 miliar dalam satu tahun dengan menggejot ekspor tiga komoditas; sarang burung walet, buah, dan produk perikanan tersebut.
Kini, total perdagangan Indonesia-RRT periode 2018 tercatat sebesar USD72,67 miliar atau naik 23,48% dari total perdagangan 2017 yang sebesar USD58,84 miliar. Adapun total perdagangan Indonesia-Tiongkok pada periode Januari-April 2019 telah mencapai USD22,4 miliar.
Seiring peningkatan nilai perdagangan, defisit yang dibukukan Indonesia juga semakin melebar. Defisit perdagangan mencapai USD18,4miliar, naik dibandingkan defisit tahun sebelumnya sebesar USD12,68 miliar.
(Angkasa Yudhistira)