Kemudian, jelas Nilam, isu-isu krusial perempuan harus bisa ditangkap secara jelas dan terukur ketika proses pembangunan berlangsung. Maka dari itu, semua hal yang berkaitan dengan bagaimana perempuan hadir dalam semua program dan kegiatan, harus bisa dicatat secara kuantitatif tidak sekedar kualitatif.
"Dari segi persepektif, menempatkan perempuan penyintas sebagai aktor yang utama tentu kita harus bisa merumuskan indikator sederhana yang bisa diukur. Apakah program dan kegiatan yang sedang berlangsung berdampak kepada manusia atau hanya kepada beton?" papar Nilam.
"Itu yang pertama, dan lebih khusus pada perempuan. Bagaimana kita bisa membawa semua pengalaman perempuan penyintas ke dalam meja kebijaksanaan. Tentu, semua itu tidak cukup hanya sekedar narasi kualitatif, tetapi kita butuh fakta, data dan cerita lengkap dari perempuan penyintas yang telah mengorganisir dirinya," jelasnya.
(Khafid Mardiyansyah)