BANDUNG - Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan tidak mendukung, terkait adanya wacana pengaturan naskah khutbah Jum'at yang dilempar Kementerian Agama (Kemenag).
Kemenag sendiri beralasan, pengaturan khutbah Jumat untuk menangkal radikalisme. MUI menilai langkah tersebut tak tepat.
"Wacana itu, kurang tepat kalau dibilang untuk menangkal radikalisme," kata Ketua MUI Jawa barat (Jabar) Rachmat Syafi'i, saat dihubungi, Kamis (23/1/2020).
Baca Juga: Pemerintah Wacanakan Atur Khutbah Salat Jumat di Kota Bandung
Rachmat menuturkan, seorang khatib bukanlah alat negara. Dengan begitu, pemerintah tidak bisa mengatur seorang khatib. Karena pemerintah pun tidak miliki kewenangan untuk mengatur setiap Khotib.
"Khatib itu bukan alat negara, bukan alat pemerintah, kalau pun mau mengurangi itu (radikalisme) yah pembinaan saja," ucap dia.
Rachmat mengatakan di negara-negara lain, memang ada yang memberlakukan seperti yang di wacanakan Kemenag. Namun untuk di Indonesia, hal tersebut tidak tepat untuk diterapkan.
Baca Juga: Polemik Khutbah Salat Jumat Diatur Pemerintah, Ini Respons Menag
"Itu betul karena sistem kerajaan. Jadi seluruhnya diatur pemerintah, ngatur bisa saja. Khatib di negara lain itu memang alat pemerintah," ucapnya.
Atas alasan itu, ia menegaskan jika MUI Jabar tidak mendukung dengan adanya wacana tersebut. Ia meminta pihak terkait yang mewacanakan isu tersebut, untuk dilakukan pengkajian kembali.
"MUI Jabar tidak mendukung wacana itu, harus dipikirkan dulu. Khotib disuruh ini itu, apa (pemerintah) punya kewenangan? Kan enggak ada kewenangan," pungkasnya.
Follow Berita Okezone di Google News
(kha)