WASHINGTON – Rencana perdamaian Timur Tengah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang telah lama diantisipasi diluncurkan pada Selasa, 28 Januari 2020.
Rencana yang sering disebut sebagai “Kesepakatan Abad Ini” (Deal of the Century) diklaim akan menguntungkan Israel dan Palestina, dan menyelesaikan sengketa antara kedua belah pihak yang telah berlangsung selama beberapa dekade.
BACA JUGA: Luncurkan Rencana Perdamaian Timteng, Trump Janjikan Yerusalem Jadi Ibu Kota Israel
Dalam rencana perdamaiannya, Trump menggambarkan pembagian wilayah di mana negara Palestina dan Israel akan berdiri.
Disebutkan bahwa AS akan mengakui kedaulatan Israel atas wilayah yang direncanakan dalam Kesepakatan Abad Ini sebagai bagian dari Israel. Wilayah-wilayah itu adalah kompromi teritorial yang bersedia diberikan oleh Israel.
Dalam peta konseptual yang diunggah Trump di akun Twitternya, negara Palestina akan memiliki dua kali lipat luas wilayahnya saat ini dengan Ibu Kota di timur Yerusalem, di mana AS akan membuka kedutaannya.
Di sisi lain, Trump berjanji untuk mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel, sesuatu yang tidak dapat diterima oleh pihak Palestina.
This is what a future State of Palestine can look like, with a capital in parts of East Jerusalem. pic.twitter.com/39vw3pPrAL
— Donald J. Trump (@realDonaldTrump) January 28, 2020
Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) juga mengatakan bahwa peta Trump tersebut hanya memberikan rakyat Palestina kontrol atas 15% dari apa yang mereka sebut sebagai wilayah “Palestina bersejarah”.
Trump berjanji bahwa "tidak ada warga Palestina atau Israel yang akan diusir dari rumah mereka", juga berarti permukiman Yahudi di Tepi Barat yang diduduki Israel akan tetap ada. Demikian diwartakan BBC, Rabu (29/1/2020).
Israel akan bekerja dengan raja Yordania untuk memastikan bahwa status quo yang mengatur situs suci utama di Yerusalem yang dikenal sebagai al-Haram al-Sharif atau Temple Mount tetap dilestarikan. Situs-situs itu akan dilestarikan melalui dana keagamaan yang dijalankan oleh Yordania.
Rencana itu juga menyebutkan bahwa wilayah yang dialokasikan untuk Palestina dalam peta tersebut "akan tetap terbuka dan tidak dikembangkan selama empat tahun". Selama masa itu, orang-orang Palestina dapat mempelajari kesepakatan tersebut, bernegosiasi dengan Israel, dan "memenuhi syarat-syarat kenegaraan".