JAKARTA - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menegaskan dengan melakukan perubahan terbatas terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) untuk memberikan kewenangan kepada MPR RI menetapkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN), tidak serta merta mengembalikan MPR RI sebagai lembaga tertinggi negara.
"Tanggung jawab presiden tetap langsung kepada rakyat, karena presiden dipilih langsung oleh rakyat. MPR RI sebagai lembaga yang diisi para wakil rakyat dari DPR RI dan DPD RI, melalui PPHN justru akan memudahkan kinerja presiden hasil pemilu 2024 yang akan datang dalam membangun bangsa dan negara serta memperkuat sistem presidensial," kata pria yang akrab disapa Bamsoet itu, Rabu (12/2/2020).
Baca Juga: Bamsoet: Pokok-Pokok Haluan Negara Jadi Arah Kebijakan Strategis
"Koordinasi antara pusat dengan daerah, yang seringkali bertabrakan dan bertolak belakang, bisa diminimalisir. Karena berbagai agenda pembangunan sampai tahun 2045, akan terangkum secara garis besar dalam PPHN. Jadi pemerintah pusat dan daerah tinggal melaksanakannya dengan kreativitas masing-masing sesuai visi misinya," sambungnya.
Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia dan Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini juga menjabarkan, untuk mekanisme check and balances pelaksanaan PPHN, bisa dilaksanakan oleh DPR RI yang mempunyai berbagai Alat Kelengkapan Dewan (AKD) dan memiliki mitra kerja kementerian/lembaga.
Secara day to day, berbagai AKD di DPR RI akan mengawasi kinerja kementerian/lembaga sebagai perpanjangan tangan pemerintah dalam menjalankan PPHN.
"Indonesia memiliki unwritten constitution atau konvensi ketatanegaraan yang mengatur pelaksanaan Sidang Tahunan MPR RI. Dimulai tanggal 15 Agustus yang ditandai laporan kinerja 7 lembaga tinggi negara antara lain MPR RI, DPR RI, DPD RI, MA, MK, KY dan BPK kepada rakyat," ujar Bamsoet.
"Selama ini lembaga tinggi negara, seperti DPR, DPD, BPK, MK, KY, dan MA, yang pada tahun lalu laporan kinerjanya disampaikan presiden, nantinya bisa disampaikan langsung oleh masing-masing ketua lembaga sehingga bisa lebih komprehensif. Baru kemudian dilanjutkan pada 16 Agustus, presiden sebagai kepala negara menyampaikan pidato kenegaraan melaporkan akuntabilitas kinerja pemerintahannya," urainya.