5. Gorontalo
Masyarakat Gorontalo tak mau kalah dengan daerah lainnya. Mereka juga memiliki caranya sendiri dalam merayakan Maulid Nabi. Masyarakat di sana menyebut kebudayaan itu dengan nama Dikili.
Dikili merupakan acara zikir semalam suntuk yang dilakukan oleh warga di masjid atau pun musala. Pagi harinya masih ada serangkaian acara lagi yang disebut Walima. Acara tersebut merupakan arak-arakan makanan khas Gorontalo.
Kegiatan ini semakin memperkuat persaudaraan satu sama lainnya. Jadi, makanan dibagikan secara gratis sebagai wujud syukur telah diberikan rahmat dan nikmat yang besar dari Allah SWT.
6. Banyuwangi
Pada perayaan Maulid Nabi di Banyuwangi, mereka memilki tradisi yang biasa disebut Festival Endog-Endogan. Acara tersebut dilakukan dengan mengarak ribuan telur yang ditancapkan pada pelepah pohon pisang.
Ratusan orang mengarak puluhan jodang (pelepah pisang) yang ditancapi telur dan ancak (wadah berisi nasi dan lauk pauk). Masing-masing biasanya ditancapi 50 telur, yang biasanya menggunakan telur itik.
Jodang yang dihias aneka rupa itu diarak dari lima penjuru yang melambangkan jumlah salat wajib bagi umat Muslim. Tak ketinggalan, Salawat Nabi terus dikumandangkan mengiringi arak-arakan telur tersebut.
Tradisi yang telah berlangsung selama puluhan tahun itu biasa digelar, baik di kota hingga ke pelosok desa. Tradisi Endog-Endogan ini memiliki makna filosofi yang tinggi. Endog atau telur memiliki tiga lapisan, yakni kulit telur, putih telur dan kuning telur. Kulit telur diibaratkan sebagai lambang keislaman sebagai identitas seorang Muslim.
Putih telur, melambangkan keimanan, yang berarti seorang yang beragama Islam harus memiliki keimanan, yakni mempercayai dan melaksanakan perintah Allah SWT. Lalu kuning telur melambangkan keihsanan, dimana seorang Muslim yang beriman akan memasrahkan diri dan ikhlas dengan semua ketentuan Allah SWT.
(Khafid Mardiyansyah)