WASHINGTON - Presiden Donald Trump mendominasi diskursus nasional Amerika selam empat tahun. Fenomena ini, belum pernah terjadi sebelumnya.
Hari-hari terakhir kepresidenannya, Trump dicemari berbagai noda, dua kali dimakzulkan oleh DPR, kegagalan mengatasi pandemi, dan penolakannya menerima kekalahannya dalam pemilihan.
Trump mulai menjabat pada 2016 dan berjanji akan memperbaiki nasib warga Amerika yang terlupakan, mereka yang tidak menikmati kemakmuran ekonomi seperti warga lainnya.
Ketika dia gagal meraih kemenangan dalam pemilihan untuk masa jabatan kedua, Trump memanfaatkan serangkaian keluhan untuk mendapatkan simpati dari pendukungnya, dan mendeklarasikan bahwa pemilihan 2020 telah dicuri dari dirinya, namun tidak melengkapinya dengan bukti.
“Ini merupakan penipuan terhadap publik Amerika Serikat, ini memalukan untuk negara kita. Kita waktu itu sudah siap untuk memenangkan pemilihan ini, dan sebenarnya kita memenangkannya,” ujar Tramp membela diri dilansir VOA.
Barbara Perry, Direktur Studi Kepresidenan di Miller Center for Politics, University of Virginia mengatakan, “Dia (Tramp) sesungguhnya adalah seorang demagog atau penghasut, ini sudah dari awalnya dia masuk politik, sesuatu yang sangat dikhawatirkan oleh para pendiri Amerika Serikat,” katanya.
Baca Juga: Dimakzulkan Lagi, Ini Konsekuensi Politik dan Finansial yang Mungkin Diterima Trump
Demagog didefinisikan sebagai seorang pemimpin politik yang mencari dukungan lewat pemanfaatan prasangka dari orang-orang awam dan tidak disertai dengan argumen yang rasional.
John Hudak adalah peneliti senior di Brookings Institution dan dia juga memberikan penilaian yang suram terhadap hari-hari terakhir masa kepresidenan Trump ini.
“Saya berpendapat kita benar-benar berada pada hari-hari yang paling gelap dari kepresidenan Amerika sepanjang sejarah negara kita. Kita punya presiden yang merasa nyaman untuk mendorong pendukungnya yang punya kecenderungan berperan sebagai teroris untuk mengangkat senjata melawan pemerintah mereka sendiri,” ujarnya.