BELANDA - Pemerintah Belanda menegaskan tidak akan mencabut aturan jam malam.
Kebijakan jam malam adalah salah satu aturan yang ditelurkan pemerintah Belanda dalam upaya mengendalikan penyebaran virus corona.
Hingga saat ini, menurut data dari Universitas Johns Hopkins kasus Covid-19 di Belanda tercatat mendekati angka satu juta sejak pertama kali wabah menyebar, dengan jumlah kematian 13.500 jiwa.
Kebijakan ini memicu aksi protes dengan kekerasan selama tiga malam berturut-turut. Toko-toko di Rotterdam dan sejumlah kota lainnya telah dijarah.
Menteri Keuangan Wopke Hoekstra mengatakan “sampah masyarakat” yang telah melakukan aksi tak terpuji itu. Lebih dari 180 orang ditangkap.
Kepala Kepolisian Belanda mengatakan, kerusuhan-kerusuhan yang terjadi tidak lagi punya kaitan dengan hak dasar untuk berdemonstrasi.
Perdana Menteri (PM) Mark Rutte mengatakan kejahatan kriminal harus dihentikan.
Para pemilik toko di Rotterdam, DenBosch dan kota lainnya menghabiskan waktu mereka pada Selasa (26/1) pagi untuk membersihkan puing-puing, sisa kerusuhan yang terjadi pada malam hari sebelumnya.
Wali Kota Rotterdam, Ahmed Aboutaleb menyampaikan pesan kuat kepada “para pencuri yang memalukan” yang telah menyebabkan kerusakan.
“Apakah ini membuat kalian merasa senang, bahwa kalian sudah menghancurkan kota sendiri? Untuk membangun lagi dengan tas yang penuh barang curian di samping kalian?,” terangnya.
(Baca juga: Antony Blinken Disetujui Sebagai Menteri Luar Negeri AS)
Aturan jam malam mulai pukul 21:00 - 04:30 waktu setempat telah diberlakukan akhir pekan kemarin sebagai langkah mengendalikan virus corona.
Setiap orang yang melanggar aturan ini akan dikenakan denda 95 euro atau Rp1,5 juta.
Menteri Kehakiman Ferd Grapperhuis mengatakan tidak akan menyerah kepada segerombolan orang-orang bodoh.
Menteri Keuangan Hoekstra mengatakan siapa pun yang membuat kerusakan harus diburu dan diminta untuk menggantinya.