Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

ASEAN Tak Satu Sikap Soal Kudeta di Myanmar, Pengamat: Itu Bisa Dipahami

Agregasi VOA , Jurnalis-Rabu, 03 Februari 2021 |05:56 WIB
ASEAN Tak Satu Sikap Soal Kudeta di Myanmar, Pengamat: Itu Bisa Dipahami
Bendera negara anggota ASEAN (Foto: Reuters)
A
A
A

 MYANMAR - Sepuluh negara anggota Asosiasi Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) menyikapi kudeta di Myanmar yang terjadi pada Senin (1/2) secara berbeda.

Ada yang menyampaikan keprihatinan dan meminta semua pihak menahan diri. Namun, ada pula yang menjaga jarak dan memilih untuk menunggu perkembangan situasi.

Filipina, Kamboja dan Thailand memandang kudeta di Myanmar sebagai masalah dalam negeri dan tidak mengomentari lebih jauh, padahal ketiganya pernah mengalami kudeta militer dan merasakan perjuangan untuk membentuk pemerintahan yang demokratis.

Menteri Luar Negeri Filipina Teodoro Locsin Jr., Senin (1/2), mengatakan “memantau” perkembangan situasi di Myanmar pasca penangkapan sejumlah pemimpin sipil, termasuk pemimpin de facto Aung San Suu Kyi. Perdana Menteri Kamboja Hun Sen dan Wakil Perdana Menteri Thailand Prawit Wongsuwan juga menyampaikan pernyataan senada.

(Baca juga: PBB: Rencana Militer Myanmar Gelar Pemilu Ulang "Harus Dicegah")

Sebaliknya Indonesia, Singapura, dan Malaysia menyampaikan keprihatinan mendalam, menyerukan agar semua pihak menahan diri dan berupaya mencapai solusi damai. Sementara Vietnam, Brunei Darussalam, dan Laos belum mengeluarkan pernyataan apa pun.

Negara-negara anggota ASEAN tampaknya terbelenggu dengan prinsip tidak mencampuri urusan dalam negeri. Mekanisme pengambilan keputusan berdasarkan konsensus bersama juga pada akhirnya membuat masing-masing negara anggota menyatakan sikapnya sendiri-sendiri.

  • Bisa Dipahami

Guru Besar Hukum Internasional di Universitas Indonesia, Prof. Dr. Hikmahanto Juwana, mengatakan memahami sikap ASEAN ini karena memang sudah sesuai dengan Piagam ASEAN Pasal 2 Ayat 2 huruf e.

“Negara-negara seperti Amerika dan Inggris akan mengecam tindakan pemerintahan kudeta karena peralihan kekuasaan tidak dilakukan secara demokratis,” ujar Hikmahanto melalui pesan teks.

(Baca juga: Myanmar Tutup Bandara Internasional Yangon saat Kudeta Militer)

Namun, kata Hikmahanto, negara seperti Indonesia tidak perlu membuat pernyataan apa pun yang bisa dipersepsi oleh pemerintahan yang mengkudeta sebagai campur tangan. Indonesia cukup mengamati perkembangan di Myanmar dan memberi peringatan mengenai situasi di negara itu baik kepada warga Indonesia tinggal di sana maupun yang akan bepergian.

“Kudeta adalah proses pengambilalihan pemerintahan yang sifatnya inkonstitusional, tetapi Indonesia tidak bisa turut campur tangan dalam urusan dalam negeri Myanmar,” ujarnya.

Halaman:
      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement