Mereka menggunakan tujuh pengukuran berbeda dari beberapa satelit luar angkasa untuk membuat prediksi.
Para ilmuwan mempelajari perubahan pada air asin hangat, tempat bakteri berkembang biak, serta peningkatan plankton tempat bakteri dapat menempel.
Mereka juga mengukur faktor-faktor seperti gelombang panas, tempat orang menikmati air untuk bersantai, atau curah hujan, yang dapat mencampur air yang terkontaminasi dan yang tidak.
"Yang unik dalam penelitian kami adalah berbagai variabel yang digunakan," kata peneliti Amy Campbell, yang bekerja dengan ESA dan PML untuk membuat model prediksi.
"Salah satu variabel, tingkat keasinan air, benar-benar baru dan sangat membantu dalam memprediksi wabah kolera,” jelasnya.
"Idealnya, jika kami dapat menggunakannya untuk memahami kapan wabah kolera akan terjadi, kita dapat memastikan layanan disiapkan dan Anda dapat menguranginya dengan program vaksin di daerah tertentu dan mengatasinya,” lanjutnya.