Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Thailand Pukul Mundur 2.000 Orang yang Melarikan Diri dari Myanmar

Susi Susanti , Jurnalis-Rabu, 31 Maret 2021 |11:08 WIB
Thailand Pukul Mundur 2.000 Orang yang Melarikan Diri dari Myanmar
Sekelompok orang bersembunyi di hutan dari serangan udara (Foto: CNN)
A
A
A

BANGKOK - Thailand dilaporkan memukul mundur lebih dari 2.000 orang yang berusaha melarikan diri dari negara tetangga Myanmar menyusul serangkaian serangan udara yang dilakukan oleh junta militer yang berkuasa di bagian tenggara negara itu.

Kelompok aktivis Pusat Informasi Karen mengatakan saat ini sebanyak 2.009 orang mengungsi dan bersembunyi di hutan, dipaksa kembali ke Myanmar tak lama setelah melintasi perbatasan dengan Thailand.

Ribuan orang meninggalkan rumah mereka di negara bagian Karen, tenggara Myanmar pada Minggu (28/3), setelah jet militer Myanmar melakukan serangan bom di desa-desa yang dikendalikan oleh kelompok etnis bersenjata.

Reuters melaporkan Persatuan Nasional Karen (KNU), yang menguasai sebagian besar wilayah di perbatasan dengan Thailand, telah menyerbu sebuah pos militer dekat perbatasan, menewaskan 10 orang.

Masuknya orang-orang yang dilaporkan melarikan diri ke negara tetangga Thailand menandai fase baru dalam krisis yang semakin mendalam bagi Myanmar, yang dilanda kekacauan ketika militer merebut kekuasaan dalam kudeta pada 1 Februari dan menggulingkan pemerintahan terpilih Aung San Suu Kyi.

(Baca juga: Seruan Intervensi Militer Menguat, AS Tarik Diplomat dan Staf dari Myanmar)

Serangan udara tersebut menyusul tindakan keras militer berdarah selama akhir pekan yang secara luas dikecam secara internasional. Setidaknya 114 orang dilaporkan dibunuh oleh pasukan keamanan junta pada Sabtu (27/3), pada hari paling mematikan sejak protes terhadap rezim militer Jenderal Min Aung Hlaing dimulai dua bulan lalu.

Kelompok advokasi Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP) mengatakan pPasukan keamanan Myanmar telah menewaskan sedikitnya 510 orang sejak kudeta, dengan 14 orang ditembak mati pada Senin (29/3) termasuk anak-anak dan remaja.

KNU mengatakan 3.000 orang menyeberangi Sungai Salween ke Thailand, melarikan diri dari pemboman udara militer, dan 2.000 orang dipukul mundur.

Kelompok aktivis Organisasi Wanita Karen (KWO), yang beroperasi di negara bagian Karen dan kamp pengungsi di Thailand, membenarkan serangan udara telah memaksa 10.000 orang di negara bagian itu meninggalkan rumah mereka, dan 3.000 orang telah menyeberang ke Thailand.

CNN belum dapat menghubungi pihak berwenang Thailand untuk dimintai komentar. Namun Reuters mengutip Thichai Jindaluang, gubernur provinsi Mae Hong Son Thailand, menyangkal pengungsi didorong mundur.

(Baca juga: Kudeta Militer, India Siap Terima Pengungsi Myanmar)

Ketika CNN menghubungi Kementerian Luar Negeri Thailand, mereka mengarahkan ke pernyataan yang diterbitkan oleh media lokal dari juru bicara kementerian, Tanee Sangrat, yang mengatakan, "Laporan tersebut hanya mengutip informasi dari sumber non-resmi tanpa mengkonfirmasi fakta dari sumber resmi di lapangan. yang menegaskan bahwa tidak ada penolakan seperti itu yang terjadi. "

Sementara itu, pada Selasa (30/3), Perdana Menteri (PM) Thailand Prayut Chan-o-cha mengatakan para pejabat tidak memaksa pengungsi kembali ke Myanmar, tetapi mereka telah berbicara dengan beberapa orang yang telah memasuki Thailand.

"Setelah kami mengajukan pertanyaan (seperti) apa masalah mereka di negara Anda, mereka berkata, 'tidak ada masalah.' Jadi, karena tidak ada masalah, apakah mereka bisa pulang dulu? Kita tidak memaksa mereka (pulang) dengan senjata, bahkan berjabat tangan dan memberkati mereka,” terangnya dalam jumpa pers.

"Kami harus merawat mereka berdasarkan prinsip kemanusiaan. Kami memiliki banyak pengalaman. Tidak mungkin kami akan mendorong mereka kembali jika pertempuran masih berlangsung. Tetapi jika tidak ada pertempuran sekarang, dapatkah mereka kembali ke rumah mereka?,” terangnya.

Pada Senin (29/3), Prayut mengatakan pemerintahnya tidak ingin pengungsi menyeberangi perbatasan tetapi sedang mempersiapkan kemungkinan masuknya pengungsi.

Seperti diketahui, Thailand telah menampung puluhan ribu pengungsi di sembilan kamp utama di sepanjang perbatasannya dengan Myanmar selama tiga dekade, menyusul konflik bersenjata, pelanggaran hak asasi manusia dan penganiayaan terhadap etnis minoritas oleh militer Myanmar.

Sebagian besar dari mereka yang melintasi perbatasan selama akhir pekan berasal dari distrik Mu Traw, tempat pemboman terkonsentrasi. Banyak dari mereka adalah orang-orang yang telah meninggalkan rumah mereka dan tinggal di kamp pengungsian Ei Tu Hta.

Kelompok pemberontak bersenjata terus-menerus memerangi militer Myanmar selama 70 tahun terakhir di negara-negara etnik negara itu, tetapi pertempuran di beberapa daerah meningkat sejak kudeta 1 Februari.

KNU mengatakan tiga warga sipil tewas dalam serangan itu, yang dimulai pada Sabtu dan berlanjut hingga Senin (29/3). Jet militer juga menewaskan sedikitnya dua anggota milisi KNU pada Sabtu (27/3).

Pendiri organisasi bantuan Free Burma Rangers, David Eubank, mengatakan ini adalah pertama kalinya dalam 20 tahun serangan udara dilakukan di daerah tersebut.

Terlepas dari penolakan pemerintah, beberapa kelompok hak asasi manusia mengkritik pemerintah Thailand.

"Mengirim orang secara paksa kembali ke zona konflik sama dengan refoulement dan melanggar hukum pengungsi internasional," kata European Karen Network, sekelompok komunitas Karen dari beberapa negara di Eropa, dalam sebuah pernyataan pada Senin (29/3).

(Susi Susanti)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement