Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Diponegoro Dipenjara, Dijaga 200 Serdadu dan Hampir Dibuang ke Belanda

Doddy Handoko , Jurnalis-Jum'at, 02 April 2021 |06:30 WIB
Diponegoro Dipenjara, Dijaga 200 Serdadu dan Hampir Dibuang ke Belanda
Foto: Istimewa
A
A
A

JAKARTA - Pada awal 1833, tentara Prancis akan menyeberangi perbatasan Belanda-Belgia. Khawatir perang bakal meletus di Eropa, Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Van den Bosch menjadi waspada

"Ia berpikir jangan-jangan “musuh yang jahat”—maksudnya, Inggris—mungkin akan berusaha mencari jalan untuk memanfaatkan orang-orang di pengasingan di daerah “jajahan wilayah terluar Belanda” untuk tujuan-tujuan politik mereka,"kata sejarawan Peter Carey ,penulis buku Pangeran Diponegoro, "Takdir" dan "Kuasa Ramalan ".

Secara khusus, Van den Bosch cemas bahwa bisa jadi dalam rangka ini Diponegoro bakal melarikan diri dan kembali ke Tanah Jawa untuk memimpin suatu pemberontakan baru.

Dengan melihat kekuatan Angkatan Laut Inggris yang sulit tertandingi, dan lokasi pengasingan Pangeran yang dekat dengan jalur-jalur pelayaran yang utama, maka ini jelas berbahaya.

Van den Bosch lalu memerintahkan Pietermaat yang sangat ia percayai untuk kembali ke Manado dan merancang kepindahan Diponegoro ke suatu tempat perbentengan baru yang letaknya jauh di pedalaman Minahasa (Carey 2008:735).

Akan tetapi, begitu tiba di Manado Pietermaat sadar bahwa usul Van den Bosch itu sama sekali tidak dapat dilaksanakan. Pemerintah Hindia Belanda tidak memiliki kedaulatan hukum atas daerah pedalaman Minahasa.

Tanpa izin dari otoritas setempat, tidak ada benteng yang dapat dibangun. Di samping itu, tidak ada penguasa setempat, dalam pandangan Pietermaat, yang akan percaya perlunya ada suatu benteng yang dibangun secara kokoh kuat hanya untuk tempat tinggal “seorang yang tidak penting” seperti Diponegoro.

"Jangan-jangan penguasa setempat malah akan curiga bahwa itu semua merupakn cara untuk menganeksasi wilayah pedalaman, dan mereka tentu akan melawan. Oleh karena itu, jalan lain harus ditemukan "ucapnya.

Rencana pertama Van den Bosch adalah mengirim Diponegoro ke Belanda untuk ditahan di salah satu benteng Kerajaan, seperti di Loevestein (Gelderland) atau Woerden (Utrecht).

Untunglah Raja Belanda, Willem I, menolak usul Van den Bosch: ia merasa sudah cukup direpotkan dengan banyak masalah dalam negeri, apalagi kalau ditambah dengan seorang Ratu Adil yang ada di salah satu kastilnya (Carey 2008:736).

Di samping itu, jika Tondano saja—yang bertemperatur udara 69 derajad Fahrenheit pagi hari—ditolak Diponegoro dengan alasan terlalu dingin (Atlas 1990:26; Wallace 2002: paragraf 179), dengan sedikit imajinasi saja cukup untuk membayangkan betapa Pangeran akan lebih menderita jika harus mengalami musim dingin dalam kelembaban benteng baru Belanda di “garis sejajar air” (Nieuwe Hollandsewaterlinie) itu.

Halaman:
      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement