"Kami tidak mengatakan mengganti B.1.1.7, tapi benar-benar hanya untuk mencoba mempermudah pembicaraan varian ini dengan masyarakat awam," ujarnya.
"Sehingga dalam wacana publik, kita bisa membahas beberapa varian tersebut dalam bahasa yang lebih mudah digunakan," kata Van Kerkhove.
Today, @WHO announces new, easy-to-say labels for #SARSCoV2 Variants of Concern (VOCs) & Interest (VOIs)
— Maria Van Kerkhove (@mvankerkhove) May 31, 2021
They will not replace existing scientific names, but are aimed to help in public discussion of VOI/VOC
Read more here (will be live soon):
https://t.co/VNvjJn8Xcv#COVID19 pic.twitter.com/L9YOfxmKW7
Senin (31/5/2021) lalu, seorang ilmuwan sekaligus penasehat bidang kesehatan untuk pemerintah Inggris menyebut negara itu berada pada tahap awal gelombang ketiga infeksi virus corona.
Menurutnya, salah satu pemicu gelombang ketiga ini adalah Delta atau varian Covid-19 yang pertama kali ditemukan di India.
Delta dinilai menyebar lebih cepat daripada varian Alpha, yang menyebabkan lonjakan kasus di Inggris selama musim dingin lalu.
Apa saja varian corona yang ada di Indonesia?
Sejauh ini terpantau tujuh varian corona yang berhasil teridentifikasi di Indonesia, yakni varian D614G, B117, N439K, E484K, B1525, B1617, dan B1351.
Pemerintah Indonesia belum merilis informasi apakah varian baru yang terdeteksi di Vietnam telah ditemukan di Indonesia.
Wiku Adisasmito, Koordinator Tim Pakar dan Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19, mengatakan pemerintah berupaya mengantisipasi masuknya varian baru dari luar negeri dengan memperketat pengawasan dan karantina bagi pekerja migran yang kembali ke kampung halaman.
Namun, seberapa cepat pemerintah Indonesia mendeteksi varian baru virus corona?
Jawabannya: lambat, seperti diutarakan pakar biomolekular Universitas Yarsi, Ahmad Rusjdan Utomo.
"Jika Inggris melakukan sampling dengan sangat agresif ketika ditemukan kasus dan klaster besar, mereka segera melakukan genome sequencing. Indonesia, masalahnya, kita tidak punya kemewahan itu," kata Ahmad.
Sementara itu, Siti Nadia Tarmizi dari Kementerian Kesehatan mengungkap alasan mengapa diperlukan waktu hampir empat bulan untuk mengonfirmasi varian baru dari Afrika Selatan terdeteksi di Indonesia.