Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Dengarkan Bung Karno Pidato, Rakyat Rela Hujan-hujanan

Doddy Handoko , Jurnalis-Jum'at, 11 Juni 2021 |06:45 WIB
Dengarkan Bung Karno Pidato, Rakyat Rela Hujan-hujanan
Bung Karno (Foto : Istimewa)
A
A
A

KETIKA Bung Karno berpidato, seperti menguras sebuah samudera. Seperti menguras sumur tua. Sumber airnya terus mengucur, sekalipun sudah dikuras.

Semua kisah itulah kiranya, yang lantas menasbihkannya menjadi Singa Podium. Semua kisah itu yang menobatkannya menjadi orator ulung. Hal itu dituliskan Roso Daras dalam bukunya, "Soekarno Untold Story menceritakan tentang pidato Bung Karno".

Terlebih sekeluarnya dari penjara Sukamiskin tahun 30-an, Sukarno menjadi lebih matang. Bung Karno menjadi rajin keliling berbagai daerah untuk membakar semangat rakyat.

Dari sanalah lahir cerita-cerita menarik yang berhubungan dengan pidato-pidatonya.

Yang merepotkan adalah di saat musim hujan. Karena sulitnya medan, tidak jarang Bung Karno baru tiba di tempat rapat umum pukul 15.00, meski rapat itu dijadwalkan berlangsung pukul 09.00, dan akibatnya massa sudah bercerai-berai.

Akan tetapi, ketika melihat Sukarno datang, dalam sekejap massa sudah menyemut di depan podium.

Meski hujan terus mengguyur, Bung Karno tetap berpidato. Massa berpayung daun pisang, juga tak beranjak dari tempatnya berdiri.

Tidak lama kemudian, air pun menembus jas hujan Bung Karno, sehingga ia basah kuyup. Daun-daun pisang pun koyak, sehingga massa pun kebasahan. Derasnya hujan, membuat mereka sesekali menyeka air dari wajah-wajah yang tetap menengadah menyimak pidato Bung Karno.

Kalau sudah begitu, Bung Karno akan berujar, “Nah, sekarang, untuk memanaskan badan kita, bagaimana kalau kita menyanyi bersama-sama?”

Baca Juga : Humor Gus Dur: Persamaan Sakit Gigi dan Wanita Hamil

Alhasil, di sela-sela petir yang menggemuruh, terdengarlah satu suara mengikuti Bung Karno menyanyi. Disusul, sepuluh orang menyanyi. Lalu, seratus orang ikut menyanyi. Tidak lama kemudian, menggemalah 20.000 suara menjadi satu paduan lagu gembira.

Bung Karno sadar betul, tembang daerah bisa menyatukan rakyat sangat erat, lebih erat dari rantai besi sekalipun. Hingga hujan reda, dan Bung Karno mengakhiri pidatonya, tak satu pun orang bergeser dari tempatnya berdiri.

Salah seorang pengikut Bung Karno berkomentar, “Ini adalah suatu kejadian yang tidak dapat dilakukan oleh orang semata-mata. Bakat yang demikian itu terletak antara Bung dan alam.”

Halaman:
      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement